Kamis lalu, 16 September 2021, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan lima pejabat, mulai dari Presiden Joko Widodo hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait kasus pencemaran udara Jakarta. Mereka dianggap lalai dalam memenuhi hak atas lingkungan yang bersih dan sehat di Jakarta.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa sudah mengetahui udara di DKI Jakarta sudah bertahun-tahun tercemar. Namun, pemangku kepentingan belum banyak mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki hal ini.
Pembatasan yang diberlakukan adalah:
Menghukum Terdakwa I (Presiden Republik Indonesia) karena menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia serta lingkungan dan ekosistem. melakukan inventarisasi emisi lintas batas di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Hukuman Terdakwa III (Menteri Dalam Negeri) atas pengawasan dan pelatihan kinerja Terdakwa 5 dalam pengendalian pencemaran udara. Menghukum Terdakwa IV (Departemen Kesehatan) karena memperhitungkan pengurangan dampak kesehatan akibat pencemaran. pencemaran udara di Jakarta Pidana Terdakwa V (Gubernur). DKI Jakarta) untuk memantau dan mengendalikan polusi udara di Jakarta
Presiden Joko Widodo dan tiga menterinya memutuskan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Permohonan itu dilakukan karena pemerintah merasa telah melaksanakan semua yang diperintahkan majelis hakim terkait pengendalian pencemaran udara Jakarta
Sementara Gubernur Anies Baswedan memilih menerima keputusan majelis hakim. “Pemprov DKI Jakarta telah memutuskan untuk tidak mengajukan banding dan siap melaksanakan putusan pengadilan untuk udara Jakarta yang lebih baik,” ujarnya di akun Twitter @anesbaswedan.
Pemerintah Daerah DKI melalui Badan Lingkungan Hidup menyatakan telah mengambil beberapa langkah untuk mengendalikan pencemaran udara. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengatakan, salah satu caranya adalah dengan mengintegrasikan moda transportasi di Jakarta.
Kemudian tambahkan area khusus untuk pengendara sepeda, pejalan kaki, perbaiki halte bus dan bangunan menggunakan desain bangunan hijau. “Itu semua sudah jelas di Pergub dan akan dilaksanakan secara bertahap,” kata Asep.
Menurut survei kualitas udara Katadata Insight Center (KIC), secara umum masyarakat Jabodetabek menilai kinerja pemerintah dalam mengurangi polusi udara cukup baik (5,96 dari 10). Sementara itu, kendala yang masih tersisa antara lain kurangnya atau terbatasnya akses terhadap informasi kualitas udara, serta keterbatasan alat dan teknologi pengukuran kualitas udara.
Langkah pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta dinilai penting. Meskipun demikian, peran masyarakat juga tetap dibutuhkan karena merupakan tanggung jawab bersama.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, seperti beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum, merawat mesin kendaraan secara rutin, berjalan kaki atau bersepeda, dan menanam tanaman di rumah.
Dengan melakukan cara ini secara konsisten, masyarakat akan berkontribusi dalam meningkatkan kualitas udara Jakarta. Kualitas udara tidak boleh dianggap enteng karena udara merupakan unsur penting yang dapat mempengaruhi kesehatan dan menentukan kualitas hidup saat ini dan di masa mendatang.