Gunung Semeru meletus pada Minggu, 4 Desember 2022 pukul 02.46 WIB. Aktivitas awan panas longsor (APG) dan abu vulkanik tebal yang keluar dari kawah gunung di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur terus meningkat.
Dengan meningkatnya aktivitas gunung berapi ini, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Gunung Semeru dari “Awas” (Level III) menjadi “Awas” (Level IV), mulai 4 Desember 2022 pukul 12.00 WIB. Hingga saat ini status Awas Gunung Semeru belum diturunkan.
PVMBG mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas di sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan hingga 13 km dari puncak (pusat erupsi). Masyarakat juga diharapkan tidak beraktivitas pada jarak 500 meter dari bantaran sungai (sungai sempadan) sepanjang Besuk Kobokan.
Dikhawatirkan sepanjang kawasan tersebut berpotensi diterjang awan panas yang mengembang dan aliran lava hingga jarak 17 km dari puncak.
Selain itu, masyarakat diminta untuk tidak beraktivitas dalam radius 5 km dari kawah Gunung Semeru karena terancam bahaya lemparan batu (pijar). Selain itu, masyarakat diharapkan selalu mewaspadai potensi APG, guguran lahar, dan lahar di sepanjang sungai/lembah yang mengalir di puncak Gunung Semeru.
Masyarakat juga diimbau memakai masker untuk mencegah abu vulkanik masuk ke saluran pernapasan.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan, jumlah pengungsi bertambah menjadi 2.489 orang di 11 titik pasca APG terjadi dan peningkatan aktivitas Gunung Semeru.
“Sedangkan wilayah yang terkena dampak APG Semeru antara lain Desa Capiturang dan Sumberurip di Kecamatan Pronojiwo, Desa Sumbersari di Kecamatan Rowokangkung, Desa Penanggal dan Desa Sumberwuluh di Kecamatan Candipuro serta Desa Pasirian di Kecamatan Pasirian,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi BNPB.
Selama sebulan terakhir, aktivitas kegempaan Semeru tercatat dengan 2.919 letusan, dua gempa awan panas, 81 gempa dan 137 hembusan. Hal ini mengindikasikan aktivitas awan longsoran panas masih berpotensi terjadi akibat pengendapan material dari pusat erupsi.