Setiap tahun Forbes, media ekonomi asal Amerika Serikat, merilis daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Dalam dekade terakhir, nama-nama dalam daftar relatif tidak berubah. Namun total kekayaan mereka terus bertambah.
Pada 2022, akumulasi kekayaan 50 orang tersebut akan mencapai US$180 miliar atau sekitar Rp2.795,7 triliun (kurs Rp15.000/US$). Total kekayaan meningkat 11% dibandingkan tahun sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan nilai ekonomi Indonesia, total kekayaan 50 orang tersebut setara dengan 15% Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2021. Selama periode tersebut, PDB Indonesia mencapai US$1,19 triliun atau sekitar Rp18.384 triliun.
Berbagai bisnis menjadi sumber kekayaan mereka. Mulai dari sektor pertambangan, perkebunan, real estate, hingga sektor perbankan. Sektor bisnis yang dominan adalah batubara. Sebanyak 12 konglomerat yang beroperasi di bidang ini telah terdaftar pada tahun 2022.
Sebut saja Low Tuck Kwong, pemegang saham perusahaan tambang batu bara Bayan Resources. Kekayaannya melonjak hampir lima kali lipat menjadi US$12,1 miliar karena harga batu bara global melonjak. Kenaikan tersebut turut menaikkan harga saham Bayan Resources dan juga dirinya sendiri.
(Baca juga: Potret Kekayaan Konglomerat, Perkantoran, dan Masyarakat Indonesia)
Low Tuck Kwong merupakan pendatang baru dalam daftar 10 orang terkaya Indonesia tahun 2022. Dalam satu dekade terakhir, kekayaannya tidak pernah masuk dalam daftar 10 besar. Hingga tahun 2021, Low Tuck Kwong masih berada di urutan ke-18.
Berkat kenaikan harga batu bara, itu telah menyusulnya ke posisi kedua dalam daftar Forbes. Kekayaan pria kelahiran Singapura 74 tahun silam itu membuat keluarga Eka Tjipta Widjaja tergerak di posisi kedua sejauh ini.
Meski begitu, kekayaan keluarga Widjaja masih akan meningkat menjadi US$10,8 miliar pada 2022. Widjaja adalah pendiri Sinar Mas, perusahaan yang bergerak di bisnis pulp dan kertas, agribisnis dan makanan, jasa keuangan, pengembang dan real estate, telekomunikasi, energi dan infrastruktur, serta pelayanan kesehatan.
Pendatang baru lainnya yang masuk jajaran 10 besar orang terkaya Indonesia adalah pemilik department store Alfamart Djoko Susanto. Kekayaannya akan berlipat ganda menjadi US$4,1 miliar pada 2022. Sama seperti Low Tuck Kwong, Susanto juga masuk 10 besar untuk pertama kalinya.
Saudara Budi dan Michael Hartono masih menempati posisi teratas. Mereka adalah pemilik Grup Djarum yang meliputi pabrik rokok Djarum, produk elektronik Polytron, dan Bank BCA. Kekayaan keduanya tercatat US$47,7 miliar. Mereka berada di posisi teratas sejak 2013.
Ketimpangan dan Pajak
Besarnya proporsi kekayaan konglomerat terhadap PDB menunjukkan masih tingginya ketimpangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per September 2022 sebanyak 26,4 juta jiwa, setara dengan 9,57% dari total 275,77 juta penduduk Indonesia.
Rasio gini yang menjadi indikator tingkat ketimpangan pengeluaran juga masih cukup tinggi. Per September 2022, angkanya masih 0,381 poin, sama dengan posisi tahun sebelumnya.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan adalah melalui instrumen pajak. Mulai 1 Januari 2023, pemerintah menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) maksimal orang pribadi dari 30% menjadi 35%.
Kemudian individu dengan penghasilan di atas Rp5 miliar akan dikenakan pajak sebesar 35%. Direktorat Jenderal Pajak menyatakan ada 1.119 orang di Indonesia yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 5 miliar pada 2022. Pemerintah optimistis kenaikan tarif pajak dapat mengikis ketimpangan sosial.
“Pada undang-undang sebelumnya, orang kaya di Indonesia menanggung beban pajak yang sama dengan mereka yang berpenghasilan lebih dari Rp 500 juta setahun yang dikenakan pajak dengan tarif pajak hanya 30%,” tulis Ditjen. Pajak dengan akun. Twitter resmi pada 5 Januari 2023.
(Katadata/ Amosella)
Direktorat Jenderal Pajak mengatakan, sejauh ini kontribusi PPh orang pribadi masih kecil. Untuk pajak penghasilan pegawai pribadi (PPh21) sebesar 24%, sedangkan pajak penghasilan pribadi bukan pegawai sebesar 2%.
Demikian juga dengan tingkat kepatuhan. Rasio kepatuhan wajib pajak penghasilan pribadi non pegawai tercatat menurun dari 61,5% pada tahun 2017 menjadi 45,5% pada tahun 2022. Sedangkan rasio kepatuhan wajib pajak penghasilan pribadi pegawai lebih besar menjadi 98,7% pada tahun 2021. Rasio tersebut meningkat dari tahun 2017, yang hanya 74,9%.