Selama empat bulan berturut-turut, harga patokan batu bara (HBA) konsisten menembus US$300 per ton. Pada September 2022, HBA tercatat sebesar US$319,2 per ton. Situasi ini belum pernah terjadi sebelumnya. Meski harga komoditas mencapai puncaknya pada 2011-2012, HBA tidak mencapai US$200 per ton.
Tingginya harga batu bara dimulai pertengahan tahun lalu. Aktivitas masyarakat yang normal pasca Covid 19 telah dimulai, menyebabkan kebutuhan energi, termasuk minyak dan gas, meningkat. Situasi ini diperparah dengan pecahnya konflik Rusia-Ukraina.
Meski banyak negara mulai meninggalkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, krisis energi menyebabkan permintaan batu bara kembali meningkat. “Batubara tidak akan kemana-mana. Kita masih memiliki 20 tahun lagi ketergantungan pada batu bara. Suka atau tidak suka!” ujar Chief Operating Officer (COO) Sanaman Coal, Ben Lawson dikutip Reuters dalam acara Coaltrans 2022 di Bali, 20 September 2022.
Krisis Pmembawa Banugerah
Indonesia sebagai pengekspor batu bara terbesar dunia telah diuntungkan dari krisis energi ini. Meski mengalami defisit migas, Indonesia mendapat manfaat besar dari ekspor emas hitam.
Pada kuartal II 2022, ekspor batu bara Indonesia mencapai US$13,55 miliar. Nilai ekspor tersebut melonjak 155% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Berkah dirasakan produsen batu bara besar seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Indika Energy Tbk (INDY). , dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Keenam produsen batu bara besar ini membukukan pertumbuhan baik pada posisi pendapatan maupun laba bersih. Adaro merupakan penerbit dengan pendapatan dan laba bersih terbesar.
(Baca: Perang Rusia-Ukraina Bisa Menaikkan Harga Mie Instan dan Gorengan)
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Garibaldi “Boy” Thohir mengatakan paruh pertama tahun 2022 membawa perseroan mencapai rekor tertinggi dalam sejarahnya.
“Pendapatan, EBITDA, dan laba bersih kami mencapai rekor kinerja tinggi di semester pertama sejak perusahaan pertama kali go public 14 tahun lalu,” ujarnya pada 30 Agustus 2022.
Pertumbuhan pendapatan tertinggi dicatat oleh DSSA. Produsen batu bara di bawah grup Sinar Mas itu membukukan pendapatan Rp 38,6 triliun dalam enam bulan pertama 2022. Produsen batu bara grup Bakrie, Bumi Resources, bahkan membukukan pertumbuhan pendapatan 9.143,3% secara tahunan.
Adaro dan Indo Tambangraya bahkan masuk dalam 10 penerbit dengan laba bersih terbesar di semester I 2022. Adaro berada di posisi keenam mengalahkan Telkom, sedangkan Indo Tambangraya di posisi ke-10.
Tambahan Mmodal Qtransisi eenergi
Keuntungan besar tahun ini juga digunakan oleh beberapa penerbit sebagai modal tambahan untuk mengubah bisnis mereka. Misalnya, Adaro menggunakannya untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan, mengembangkan kawasan industri hijau, dan melakukan diversifikasi ke batubara termal.
Meski begitu, kata Sekretaris Perusahaan Adaro Mahardika Putranto, transformasi ini tidak membuat Adaro meninggalkan batubara sepenuhnya. Tujuan dari transformasi tersebut adalah agar Adaro lebih fokus pada bisnis pertambangan dan pengolahan mineral.
“Adaro Land ditugaskan untuk mengembangkan proyek penyerapan dan penyimpanan karbon, jika proyek ini dapat menghasilkan kredit karbon,” ujarnya dalam keterbukaan informasi publik, 12 September 2022.
Sementara itu, Indika Energy juga akan terus mendiversifikasi bisnisnya dari sektor non-batubara menuju netralitas karbon pada tahun 2050. Indika menargetkan 50% pendapatannya berasal dari sektor non-batubara.
“Indika Energy semakin meningkatkan kinerja ESG dan memperkuat diversifikasi di sektor non-batubara, termasuk di bidang energi baru dan terbarukan, kendaraan listrik, dan solusi berbasis alam,” ujar Deputy President Director and Chief Executive Officer Indika Group Azis Armand. pada 5 Agustus 2022.