PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berencana menyelesaikan proses initial public offering (IPO) pada akhir Februari. Anak usaha PT Pertamina ini akan melepas 25 persen sahamnya ke publik.
Menurut siaran pers, PGE berencana menerbitkan 10,35 miliar saham biasa dengan harga Rp 820-Rp 945. Dari IPO ini, PGE menargetkan dana Rp 9,78 triliun.
Aksi korporasi PGE bukanlah hal baru. Perusahaan energi di berbagai negara telah melakukan hal ini sejak lama.
Di Eropa ada Equinor (dulu disebut Statoil). Perusahaan minyak negara Norwegia itu pernah IPO pada 2001. Saat ini pemerintah memegang saham mayoritas sebesar 68,7 persen. Di Asia Tenggara, ada PTT Public Co., LTD. IPO dilakukan pada 2001 dan pemerintah masih memegang 51,1 persen saham.
Contoh fenomenal lainnya adalah Saudi Aramco milik Arab Saudi. Raksasa minyak IPO pada 2019 dan mengumpulkan US$25,6 miliar. Pemerintah Saudi masih memegang saham mayoritas sebesar 98,5 persen.
Keputusan untuk go public memberikan beberapa keuntungan. Pertama, IPO dapat membuka sumber pembiayaan baru, terutama untuk ekspansi perusahaan. Kedua, perusahaan publik dapat mempromosikan transparansi keuangan yang lebih besar.
Ketiga, IPO ini juga mengurangi kebutuhan negara. Dengan begitu, negara bisa lebih leluasa mengalihkan anggaran untuk membiayai kebijakan lain.