Generasi Z atau biasa disingkat Gen Z semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi digital (digital native). Dibandingkan generasi sebelumnya, generasi yang tergolong lahir antara tahun 1997 hingga 2012 ini lebih rentan terhadap kemajuan teknologi termasuk penggunaan media sosial.
Media sosial merupakan media komunikasi yang lekat dengan kehidupan Gen Z. Bahkan, mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam dalam sehari menggunakan media sosial. Berdasarkan laporan We Are Social, semakin muda usia, semakin lama durasi penggunaan media sosial.
Laporan tersebut menyatakan bahwa kelompok usia 16-24 atau termasuk Gen Z rata-rata menggunakan media sosial paling lama. Pada kategori ini, wanita di kelompok usia ini rata-rata menghabiskan 193 menit sehari untuk bermain media sosial, sedangkan pria menghabiskan 163 menit sehari.
Instagram menjadi platform media sosial terfavorit bagi Gen Z. Persentasenya jauh melampaui platform media sosial lainnya, seperti Whatsapp, Facebook, dan TikTok.
Pengaruh media sosial terhadap tingkat stres Gen Z
Selama dua tahun terakhir ini, masyarakat telah berhadapan dengan wabah Covid-19. Situasi ini memaksa seseorang untuk berinteraksi secara online dengan menggunakan media sosial. Tidak hanya untuk berinteraksi, media sosial juga sering digunakan untuk berbagi kehidupan sehari-hari.
Tak sedikit Gen Z yang mengekspresikan dirinya lewat unggahan foto dan video, serta membagikan kehidupan pribadinya di media sosial. Padahal, terkadang apa yang dilihat di media sosial tidak selalu berbanding lurus dengan kehidupan nyata.
Kedekatan Gen Z dengan media sosial memengaruhi kesehatan mental. Menurut penelitian Fazida Karim, dkk (2020) berjudul “Penggunaan Media Sosial dan Hubungannya dengan Kesehatan Mental: Tinjauan Sistematis”, penggunaan media sosial yang berkepanjangan dapat menyebabkan depresi, stres, dan masalah kesehatan mental.
Kondisi ini terutama terjadi pada wanita. Mereka cenderung membanding-bandingkan kehidupannya dengan orang lain sehingga menimbulkan rasa tidak aman dan bahkan tidak sedikit yang terlalu banyak berpikir atau terlalu banyak berpikir.
(Baca: Kekhawatiran Gen Z di Balik Gemerlapnya Citayam Fashion Week)
Menurut laporan American Psychiatric Association (APA), sebanyak 37% Gen Z di Amerika Serikat (AS) mendapatkan terapi kesehatan mental. Persentase ini merupakan yang tertinggi dibanding generasi lainnya.
Selain itu, hanya 45% individu Gen Z yang mengatakan bahwa kesehatan mental mereka baik atau sangat baik. Angka ini lebih rendah 11% dari generasi sebelumnya atau milenial.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa hampir setengah dari Gen Z (45%) mengatakan bahwa media sosial membuat mereka merasa dihakimi. Lalu ada 38% yang melaporkan merasa buruk tentang diri sendiri akibat menggunakan media sosial.
Namun, tampaknya ada pengaruh positif penggunaan media sosial dari perilaku generasi muda, salah satunya terkait kreativitas. Kreativitas Gen Z bahkan bisa mengubah media sosial menjadi mesin uang.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Adobe dan Harris pada tahun 2020 menemukan bahwa lebih dari separuh Gen Z (56%) menganggap diri mereka kreatif. Angka ini lebih tinggi dari 44% dari mereka yang berusia di atas 24 tahun.
Media sosial merupakan saluran inspirasi di kalangan Gen Z, di mana 47% mengatakan menggunakan media sosial membuat mereka lebih kreatif.
Penggunaan media sosial bagi Gen Z tidak serta merta hanya menimbulkan dampak negatif. Namun, di satu sisi dampak positif yang didapat dapat mengembangkan kreativitas mereka.