Harga telur ayam terus naik. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) mencatat dalam sepekan harga rata-rata telur naik 3% menjadi Rp 30.900 per kilogram (kg) pada 24 Agustus 2022.
Ini sekaligus yang tertinggi sepanjang tahun, melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) di tingkat konsumen Rp 24.000 per kg berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 7 Tahun 2020. Tren kenaikan harga telur sudah terjadi. sejak Ramadhan dan Aidilfitri pada bulan April-Mei.
Di Indonesia, telur ayam merupakan komoditas protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat. Selain kandungan gizinya yang baik, harganya pun relatif terjangkau dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya seperti daging ayam atau sapi.
Namun, kenaikan harga dinilai bukan masalah penting bagi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Menurutnya, ada hal lain yang lebih penting untuk dibicarakan. “Itu tidak seberapa sebenarnya. Jangan ribut. Perjanjian dagang dengan India senilai US$3,2 miliar sudah dihapuskan,” kata Zulkifli di kantornya, Jakarta, Selasa, 23 Agustus 2022.
Pernyataan ini disesalkan Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri. Diduga, kata dia, Mendag ngotot agar harga telur turun. Apalagi, harga telur saat ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah dalam lima tahun terakhir.
Tengah Pproduksi Qtelur
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, total produksi telur ayam nasional mencapai 5,16 juta ton pada 2021. Angka tersebut meningkat 0,28% dari 5,14 juta ton pada tahun sebelumnya. Distribusi produksi telur ayam di Indonesia dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Jawa Timur merupakan sentra produksi telur ayam yang menyumbang 32,47% dari total produksi nasional. Disusul Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Sedangkan daerah dengan produksi telur terendah antara lain Maluku, Kalimantan Utara dan Maluku Utara, serta DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang tidak menghasilkan telur ayam.
Perbedaan HTuhan Qtelur Antar Daerah
Kesenjangan harga telur di tingkat konsumen antar daerah cukup tinggi. Harga tertinggi ada di Papua yang rata-rata Rp 39.872 per kg. Angka tersebut hampir dua kali lipat harga telur di Sulsel yang rata-rata Rp 22.704 per kg.
Jika dilihat berdasarkan lokasi produksi, cenderung tidak ada perbedaan harga yang signifikan antara sentra produksi dan sentra non produksi. Namun untuk daerah yang cukup jauh dari pusat produksi, selisih harganya cukup tinggi.
DKI Jakarta misalnya, meski bukan sentra produksi telur, selisih harga dengan Jawa Timur kurang dari Rp 2.000 per kg. Sementara di daerah yang cukup jauh—seperti Papua, Maluku, dan daerah lain di luar Jawa—perbedaannya mencapai lebih dari Rp10.000 per kg.
Data ini menunjukkan bahwa faktor jarak dari pusat produksi menyebabkan selisih harga yang relatif tinggi.
Data juga menunjukkan, meski Jawa Timur merupakan daerah dengan sentra produksi terbesar, tidak membuat harga telur di sana lebih murah. Harga juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi di masing-masing daerah. Dari grafik terlihat bahwa konsumsi telur lebih rendah di daerah dengan harga tinggi.
Badan Evaluasi dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan menyatakan tingginya kesenjangan harga antar daerah disebabkan oleh dua faktor. Pertama, biaya distribusi disebabkan oleh sentra-sentra produksi yang hanya terkonsentrasi pada lokasi tertentu.
Kedua, sistem pemasaran telur ayam yang berbeda di setiap daerah menyebabkan perbedaan margin harga. Hal ini disebabkan adanya perantara dan biaya transportasi yang tinggi.