Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia saat ini mengalami kekurangan ribuan dokter spesialis. Hal ini disebabkan distribusi dokter spesialis yang tidak merata dan kurangnya program pendidikan spesialis di beberapa perguruan tinggi.
Kebutuhan dokter spesialis tersebut antara lain dokter jantung dan pembuluh darah, dokter spesialis saraf atau saraf, dokter spesialis obstetri dan ginekologi (OB), kesehatan anak, penyakit dalam, bedah, anestesi dan perawatan intensif, radiologi dan patologi klinik.
Kementerian Kesehatan menyebut kekurangan terbesar adalah tenaga bidan yang mencapai 3.941 dokter. Kemudian ada 3.662 dokter spesialis kesehatan anak, dan 2.581 dokter spesialis penyakit dalam.
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI), kekurangan dokter spesialis terkait dengan distribusi yang terlalu terkonsentrasi di pulau Jawa, khususnya di DKI Jakarta.
Dokter spesialis enggan bekerja di luar ibu kota karena antara lain keterbatasan sarana dan prasarana, keterbatasan alat kesehatan dan obat-obatan, insentif yang tidak menentu, keterbatasan fasilitas dan kesempatan kerja bagi keluarganya, serta jenjang karir yang tidak pasti.
(Baca: IDI Ungkap 6 Penyebab Minimnya Dokter Spesialis, Apa Saja?)
Di Pulau Jawa, jumlah dokter spesialis mencapai 34.763 orang per 6 Desember 2022, berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Artinya, terdapat sekitar 22 dokter spesialis untuk setiap 100.000 penduduk di Pulau Jawa.
Sedangkan di wilayah Maluku dan Papua hanya terdapat 615 tenaga ahli kesehatan. Artinya, hanya ada sekitar tujuh dokter spesialis untuk setiap 100.000 penduduk di wilayah timur Indonesia ini.
Selain masalah distribusi, kekurangan tenaga ahli medis di Indonesia juga terkait dengan institusi pendidikan yang kurang memadai. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, hanya 20 dari 92 fakultas kedokteran (FK) yang memiliki program studi spesialis. Padahal, tidak semua FK tersebut memiliki program studi spesialis yang lengkap.
Pemerintah berencana menggandakan jumlah dosen untuk mempercepat proses pemenuhan kebutuhan dokter spesialis. Kuota mahasiswa per dosen juga akan meningkat menjadi 1 per 5 dari 1 per 3.
Dengan jumlah kuota dosen dan mahasiswa per dosen saat ini, FK di Indonesia diperkirakan membutuhkan waktu 36 tahun untuk memenuhi kebutuhan dokter kandungan, 26 tahun untuk dokter anak, dan 23 tahun untuk dokter spesialis penyakit dalam.
Jadi jadikan 36 tahun, 26 tahun, 23 tahun. Betapapun bijaknya kami, kami tidak akan mengejar distribusi jika gapnya begitu besar,” kata Budi dalam dialog dengan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) pada 4 Desember 2022.
Peningkatan kapasitas FK sesuai perencanaan pemerintah diharapkan dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bidan dan dokter anak masing-masing menjadi 8 tahun, dan dokter spesialis penyakit dalam menjadi 6 tahun.