Mayoritas penduduk Indonesia berasal dari generasi Z dan milenial. Menurut Sensus Penduduk 2020, proporsi keduanya mencapai 53,81%. Suara mereka akan menjadi penting dalam pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih pada Pemilu 2024 di Indonesia diperkirakan mencapai 187 juta orang. Sebanyak 60% dari total jumlah pemilih adalah anak muda, terutama kaum milenial dan Gen Z.
Itu sebabnya partai politik dan calon presiden perlu mencari strategi untuk merebut suara pemilih muda. Salah satunya adalah berkampanye melalui media sosial (medsos).
TikTok adalah platform video yang relatif baru dan mulai digunakan oleh politisi untuk berkampanye. Pada pemilu sebelumnya, media sosial yang banyak digunakan antara lain Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube.
TikTok sangat populer di Indonesia terutama di kalangan anak muda. Kami Sosial menyatakan bahwa Indonesia adalah pengguna TikTok terbanyak kedua di dunia.
Dengan demikian, aplikasi video pendek sangat potensial bagi parpol dan politisi untuk mendapatkan banyak perhatian, terutama menjelang Pemilu 2024.
Per Januari 2023, jumlah pengguna aktif TikTok di Indonesia mencapai 109,9 juta. Posisi Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat yang memiliki 113,3 juta pengguna pada periode yang sama.
Kepopuleran TikTok juga dapat dilihat dari rata-rata durasi penggunaan media sosial tersebut. Rata-rata waktu yang dihabiskan untuk bermain TikTok setiap pengguna di Indonesia mencapai 29 jam per bulan, tertinggi kedua setelah WhatsApp.
Di Indonesia, TikTok digandrungi banyak anak muda. Hal ini terlihat dari survei nasional oleh Alvara Research Center yang menunjukkan demografi pengguna TikTok terbanyak adalah generasi Z dan milenial.
Setahun memasuki Pemilu 2024, beberapa partai politik aktif membuat konten di TikTok. Dari 24 parpol peserta pemilu, 14 parpol sudah memiliki akun TikTok. Parti Keadilan Sejahtera (PKS) memiliki jumlah pengikut terbanyak yakni lebih dari 53 ribu pengikut per 18 Mei 2023.
Setelah itu ada Partai Golkar dengan 40,9 ribu pengikut, disusul Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 38,6 ribu pengikut. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pemenang pemilu 2019 memiliki 32,7 ribu pengikut.
Sedangkan Perindo memiliki postingan video terbanyak secara keseluruhan yaitu 1.359 postingan, namun followernya berada di posisi tiga terbawah. Disusul Golkar dengan 962 posisi, PKS dengan 669 posisi, dan PPP dengan 552 posisi. Sedangkan PDI-P hanya memiliki 200 posisi.
Jumlah followers dan postingan yang banyak di TikTok sepertinya tidak mempengaruhi jumlah view, like, komentar, atau share video tersebut. Ini karena halaman FYP (untuk halaman Anda) Pengguna TikTok mengikuti pola berdasarkan aliran pandangan dan suka mereka di TikTok.
Laman FYP menawarkan penggunaan video tanpa batas dan dipersonalisasi berdasarkan preferensi pribadi pengguna, seperti dikutip dari kampanye. Artinya, TikTok memungkinkan konten menjangkau audiens yang lebih luas dan tidak berdasarkan jumlah pengikut.
Algoritme unik TikTok adalah salah satu yang mendorong tokoh dan partai politik untuk dikenal oleh kaum muda. Algoritme ini memungkinkan untuk meningkatkan jumlah tampilan yang tidak perlumengikuti Akun ini telah memungkinkan Tiktok menjadi alat politik yang strategis.
Berdasarkan pencarian Katadata, Partai Gerindra memiliki jumlah view terbanyak di TikTok. Partai politik ini juga memiliki konten yang disukai banyak TikTokers dan juga mendapat komentar terbanyak. Artinya, konten TikTok partai politik ini mampu menarik perhatian pengguna.
Sementara itu, Partai Amanat Nasional (PAN) unggul dalam mendorong pengguna TikTok untuk membagikan video. Sebagai informasi, data ini diperoleh melalui metode mengikis melalui fitur Apify. Data tersebut dianalisis dari 100 unggahan terakhir dari masing-masing partai politik, pada 18 Mei 2023 pukul 14.25 WIB.
Namun, jumlah pengikut tidak menentukan jumlah pemilih muda sebuah partai politik. Hal ini terlihat dari survei Political Indicators yang mengelompokkan demografi pemilih berdasarkan kelompok umur.
PKS, misalnya, memiliki jumlah pengikut TikTok terbanyak, tetapi memiliki elektabilitas yang lebih rendah di kalangan anak muda dibandingkan PDIP dan Gerindra yang memiliki pengikut lebih sedikit.
Sedangkan Parti Gerindra yang lebih banyak dilihat dan disukai di TikTok, memiliki elektabilitas tertinggi di kalangan anak muda. Dari survei tersebut, 20,7% berada pada kelompok usia di bawah 21 tahun dan 19,8% berada pada rentang usia 22-25 tahun.
Artinya, kesukaan warga TikTok terhadap konten yang diproduksi partai politik menentukan elektabilitas partai politik di kalangan pemilih muda tersebut. Meski tidak semua partai politik memiliki pola yang sama.
Cukup banyak konten TikTok dari partai politik yang ditengarai sebagai upaya partai untuk mencuri perhatian kaum muda, selain mengkampanyekan sosok yang menjadi calon kuat presiden. Akun resmi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P beberapa kali menampilkan video program dan prestasi Ganjar Pranowo, calon presiden yang diusungnya.
Akun resmi PKS beberapa kali membuat konten politik yang dikemas sebagai hiburan untuk menarik minat anak muda. Selain kampanye partai, mereka juga memperkenalkan calon presiden dan beberapa calon dari UKM.
Begitu pula dengan konten Partai Gerindra yang secara aktif menampilkan citra positif Prabowo Subianto, pemimpin umum dan calon presiden yang diusungnya.
TikTok memang menjadi salah satu media yang disukai atau diprioritaskan oleh partai politik dan politisi sebagai bagian dari sosialisasi atau kampanye politik. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Ilmu Politik Indonesia (IPR) Ujang Komarudin kepada Katadata.co.idJumat, 19 Mei 2023.
“TikTok merupakan media yang digemari para politikus dan partai untuk membuat konten guna menyampaikan gagasan dan kampanye, sekaligus populer di kalangan anak muda,” ujar Ujang.
“Mereka tahu bahwa pada pemilu 2024, akan banyak pemilih muda Gen Z dan Milenial, sehingga mereka mengincar TikTok.”
Tak hanya berpotensi mendulang dukungan, TikTok juga bisa disalahgunakan sebagai alat propaganda.
“Pilkada adalah perebutan kekuasaan untuk meraih simpati dan dukungan rakyat. Dari situlah dakwah dimulai,” kata Ujang.
Membayangkan pemilu Filipina tahun 2022, kemenangan Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr. sebagai presiden mengejutkan banyak pihak. Dinasti Marcos sebelumnya digulingkan dalam demonstrasi massa pada tahun 1986 atas tuduhan korupsi, pelanggaran hak asasi manusia dan dua dekade kediktatoran.
Pemilih terjebak dalam narasi kubu pro-Marcos di media sosial, termasuk di TikTok tentang masa keemasan kepemimpinan Marcos tanpa melihat rekam jejak mereka sebelumnya. Pemilihan di Filipina ini adalah salah satu contoh TikTok sebagai alat propaganda yang ampuh.
Tidak seperti media sosial lainnya, video pendek di TikTok mampu menarik perhatian pengguna dan halaman FYP memungkinkan propagandis menjangkau audiens yang lebih luas.
Algoritme TikTok yang dirancang untuk menampilkan konten berdasarkan minat pengguna juga memperkuat kepercayaan mereka terhadap konten yang mereka konsumsi.
Pengguna TikTok harus bisa memfilter konten politik yang mereka lihat. Apa yang Anda lihat di TikTok mungkin hanya sebuah gambar, tetapi tidak memiliki proporsi langsung dengan sikap politisi atau partai politik di dunia nyata.