liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
MASTER38 MASTER38 MASTER38 MASTER38 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 COCOL88 COCOL88 COCOL88 COCOL88 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 ZONA69 ZONA69 ZONA69 NOBAR69 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38
SLOT GACOR HARI INI SLOT GACOR HARI INI
Fenomena Pasangan tak Ingin Punya Anak, Apa Untung Ruginya?

Fenomena Pasangan tak Ingin Punya Anak, Apa Untung Ruginya?

4 minutes, 7 seconds Read

Pernyataan influencer media sosial Gita Savitri menjadi perbincangan di media sosial. Dipuji karena kemudaannya di Instagram, Gita mengatakan keputusannya untuk tidak memiliki anak alias childfree menjadi alasan di balik wajahnya yang tampak awet muda.

Tidak memiliki anak memang merupakan anti penuaan alami (Tidak punya anak seperti anti aging alami),” kata perempuan 30 tahun itu saat menanggapi komentar tentang Instagram.

Menurutnya, perempuan yang tidak memiliki anak memiliki lebih banyak waktu untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya, bisa tidur 8 jam sehari dan tidak stres mendengar tangisan anak.

Dalam tulisannya, Gita juga menyebutkan bahwa wanita yang tidak memiliki anak akan memiliki lebih banyak uang. Nantinya, uang tersebut bisa digunakan untuk perawatan wajah seperti suntik botox.

Penyataan bebas anak Hal ini kemudian menimbulkan pro dan kontra. Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga meyakini memiliki keturunan itu penting agar manusia bisa berkembang dan terus mengelola bumi hingga akhir dunia.

“Jika dia tidak punya anak, lalu siapa yang akan melanjutkan dunia ini?” ujarnya saat melakukan kunjungan kerja ke Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Pasangan yang tidak ingin memiliki anak bukanlah isu baru. Hal ini banyak terjadi di beberapa negara, terutama negara maju. Ada banyak alasan yang memotivasi pasangan untuk mengambil keputusan bebas anakmulai dari mahalnya biaya membesarkan anak hingga alasan tingkat populasi dunia yang tinggi.

Namun, laju pertumbuhan penduduk dunia cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat dari angka fertilitas rata-rata di dunia. Angka fertilitas adalah jumlah rata-rata kelahiran per 1.000 wanita usia subur dalam populasi.

Pada tahun 1960, rata-rata keluarga di dunia bisa memiliki 4,7 anak. Pada tahun 2020, rata-rata keluarga di dunia hanya memiliki 2,3 anak. Penurunan terbesar dapat ditemukan di negara-negara maju. Salah satu yang terendah adalah Korea Selatan. Negara ini memiliki tingkat kelahiran hanya 0,84 anak.

Meski tidak seburuk Korea Selatan, Indonesia juga mengalami penurunan angka fertilitas ini sejak tahun 1960. Pada tahun tersebut, rata-rata keluarga Indonesia memiliki 5,5 anak, kemudian menjadi 2,2 anak pada tahun 2022.

Meski tidak terjadi di Indonesia, alegori Ma’ruf Amin tentang siapa yang akan melanjutkan dunia jika tidak ada anak telah menarik perhatian banyak negara. Negara-negara ini mungkin menghadapi krisis demografis karena tingkat kesuburan yang rendah.

Setiap negara perlu mempertahankan tingkat kesuburan 2,1 anak untuk mempertahankan pertumbuhan populasi yang stabil, terlepas dari imigrasi. Negara-negara dengan angka fertilitas di bawah level tersebut terancam penurunan populasi, termasuk Korea Selatan yang angka fertilitasnya di bawah batas ideal.

Selain Korea Selatan, Jepang merupakan negara yang angka fertilitasnya selalu di bawah 2,1 sejak tahun 1960. Sejak tahun 2010, negara ini mengalami penurunan populasi dan menghadapi masalah demografi yaitu peningkatan jumlah lansia.

Kebijakan satu anak yang diberlakukan di Tiongkok dari tahun 1980 hingga 2015 juga telah menunjukkan dampaknya pada tahun lalu. Populasi China menurun untuk pertama kalinya dalam 60 tahun, menurut Biro Statistik Nasional China.

Ekonom dari Universitas Stanford, Charles Jones, mengatakan pertumbuhan populasi yang negatif dapat merugikan pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitiannya, Charles menemukan bahwa standar hidup akan menurun seiring dengan menghilangnya populasi.

Dia berpikir bahwa pertumbuhan ekonomi adalah hasil dari inovasi baru. Lebih sedikit populasi berarti lebih sedikit orang yang meneliti inovasi baru. Kurangnya inovasi inilah yang menciptakan stagnasi pertumbuhan ekonomi di masa depan jika populasi tidak tumbuh dalam model tersebut.

Di Indonesia, komponen terbesar yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi penduduk. Pada 2022, kontribusinya akan mencapai 51,9% dari produk domestik bruto (PDB). Artinya, semakin banyak orang membelanjakan uangnya untuk konsumsi, semakin cepat roda perekonomian bergerak.

Penelitian yang dilakukan Universitas Princeton dan Stony Brook di Amerika Serikat tidak menemukan korelasi antara memiliki anak dan kebahagiaan seseorang. Memiliki anak atau tidak tidak menentukan kebahagiaan seseorang.

Studi Princeton-Stone Brook ini menggunakan data dari survei Gallup-Healthways Well-Being Index. Data ini melibatkan 1,77 juta responden AS dengan memperhitungkan kebahagiaan rumah tangga tanpa anak dan rumah tangga dengan setidaknya satu anak.

Perhitungan kebahagiaan dalam penelitian ini menggunakan skala Cantril. Skor kebahagiaan berkisar dari 0 hingga 10, dengan 0 sebagai kualitas hidup terburuk dan 10 sebagai kualitas hidup terbaik.

Hasilnya adalah nilai kehidupan tanpa anak hanya 0,025 poin lebih bahagia dibandingkan dengan anak-anak dalam populasi keseluruhan. Jika kita hanya memperhitungkan usia 34-46 tahun, mereka yang hidup dengan anak sebenarnya lebih bahagia 0,329 poin daripada mereka yang hidup tanpa anak.

Peneliti Angus Deaton dan Arthur A. Stone menjelaskan, tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi pada kelompok yang memiliki anak disebabkan oleh tingkat pendapatan, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik. Jika faktor-faktor tersebut tidak diperhitungkan, kebahagiaan antara memiliki atau tidak memiliki keturunan tidak jauh berbeda.

Perbedaan yang signifikan hanya dapat dilihat jika perasaan responden dilibatkan sehari sebelum survei dilakukan. Perasaan ini termasuk gembira, tersenyum, senang, sedih, marah, cemas, stres, dan sakit fisik.

Pada kelompok semua umur, kelompok dengan anak lebih banyak mengalami kemarahan, kecemasan dan stres. Namun nilai tersebut berbanding terbalik jika dipersempit pada kelompok usia 34-46 tahun. Hidup dengan anak-anak justru memberi skor lebih tinggi untuk kebahagiaan, senyuman, dan kesenangan.

Peneliti menyimpulkan bahwa antara memiliki anak dan tanpa anak adalah kelompok orang yang berbeda. Seperti selera, pilihan sadar pasangan untuk memiliki keturunan atau tidak tidak serta merta menentukan kebahagiaan mereka.

“Pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak bukanlah orang tua yang gagal. Juga salah untuk berpikir bahwa hanya karena seseorang ingin punya anak, mereka pasti lebih bahagia daripada pasangan tanpa anak,” tulis Deaton dan Stone.

Similar Posts