Indonesia sedang mempersiapkan diri menjadi negara maju. Salah satu indikator penting dalam proses itu adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, upaya tersebut tidaklah mudah. Diperlukan lompatan-lompatan besar agar perekonomian bisa terkerek naik.
Hal itu menjadi topik yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pembukaan acara Indonesia Data and Economics and Economic Conference (IDE) Katadata 2023 di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (20/7).
IDE Katadata 2023 merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh Katadata dengan fokus pembahasan data dan ekonomi. Tahun ini tema yang diangkat adalah “Indonesia Rising” untuk menjawab tantangan apakah ekonomi Indonesia bisa tumbuh dengan cepat?
Airlangga yang hadir menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia harus bisa melampaui catatan pertumbuhan sebesar lima persen di masa mendatang agar lebih berdaya saing.
Apabila mencapai rata-rata enam persen, Indonesia akan mampu keluar dari jebakan middle income trap pada 2041. Namun, kalau bisa mencapai tujuh persen, maka Indonesia mampu terhindar dari jebakan kelas menengah pada 2038.
“Kita harus bersiap melakukan lompatan-lompatan besar, dan tentunya lompatan besar ini harus dilakukan dengan berani, dan tekad kuat,” katanya.
Airlangga yang mengenakan baju batik warna biru, mengatakan, pemerintah mengerahkan segala cara agar bisa lepas dari jebakan middle income trap. Caranya dengan memanfaatkan bonus demografi.
Ia menuturkan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, mencapai 274 juta orang. Sementara jumlah angkatan kerja mendekati angka 70 persen dan akan terus naik di masa depan.
“Bonus demografi hanya terjadi pada sebuah negara satu kali dalam sebuah peradaban. Ini the one and only momentum. Sehingga 13 tahun ini menjadi krusial untuk kita dorong ke depan,” ujar Airlangga.
Oleh sebab itu, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Caranya antara lain melalui program Merdeka Belajar dan Kartu Prakerja yang telah diikuti oleh 17,7 juta pekerja di seluruh Indonesia.
Kartu Prakerja telah diperkenalkan dalam Forum ke-61 Commission for Social Development Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada Februari 2023. Kartu Prakerja mengakomodir pengembangan untuk pekerjaan critical dan high skill berdasarkan riset World Bank.
“Pemerintah akan mendorong peningkatan kualitas SDM dengan kegiatan link and match dengan industri,” ujar Airlangga yang pernah menjabat sebagai menteri perindustrian.
Selain SDM, keunggulan ekonomi Indonesia juga terletak pada sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Airlangga mengungkapkan, Indonesia memiliki sumber cadangan nikel sebesar 21 juta metrik ton, terbesar di dunia
Kemudian, ia melanjutkan, ada bauksit dengan cadangan sebesar 1 miliar metrik ton (peringkat enam dunia), tembaga dengan cadangan 24 juta ton (peringkat tujuh dunia), dan timah dengan cadangan 800 ribu metrik ton (peringkat pertama dunia).
Keunggulan SDA akan dimanfaatkan melalui kebijakan hilirisasi, di mana produk turunan dari komoditas unggulan bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar bagi Indonesia. Salah satunya, penciptaan lapangan kerja.
“Kita harus mendorong kekuatan dan berani meningkatkan hilirisasi dari komoditas unggulan. Kita juga harus mendorong pengolahan seluruhnya kita lakukan di dalam negeri,” ucap Airlangga.
Peningkatan kualitas SDM dan hilirisasi SDA terintegrasi dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tersebar di berbagai daerah demi pemerataan ekonomi. Menurut Airlangga, PSN direncanakan sebagai economic driver di sejumlah bidang seperti energi, pangan, dan pendidikan.
Saat ini, ada 156 PSN yang beroperasi selama delapan tahun terakhir. PSN tersebut berhasil menyerap investasi sebesar Rp1.080 miliar.
Sementara itu, Ekonom Senior Raden Pardede yang hadir sebagai pembicara mengatakan, untuk menjadi negara maju tak cukup hanya mengandalkan realokasi modal atau sumber daya.
Indonesia mesti membangun iklim inovasi dan kompetisi yang baik. Selain itu, penerapan teknologi secara agresif menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Jika tidak, Raden menuturkan, Indonesia bisa masuk middle innovation trap.
“Kadang-kadang kita harus membiarkan produk lama yang tidak produktif itu mati, digantikan dengan produk yang baru, yang lebih produktif,” katanya.
Ekonom Senior, Raden Pardede menjadi pembicara dalam acara IDE Katadata, Kamis (20/7).
Hal tersebut berkaca dari pengalaman negara lain. Jepang misalnya, Radeng mengatakan, saat ini dianggap tertinggal oleh Korea Selatan dalam urusan teknologi. Negeri Sakura belum sepenuhnya mendukung inovasi kendaraan listrik.
Industri otomotif Jepang ditengarai masih mengandalkan kendaraan berbasis bahan bakar konvensional atau ICE (internal combustion engine). Sementara itu, Korea Selatan telah melakukan transformasi dengan mengadopsi secara luas mobil listrik (electric vehicle/EV).
“Kita lihat sekarang dari sisi kreativitas dan inovasi baru, maka Korea jauh lebih maju dari Jepang. Ini adalah peringatan buat kita,” kata Raden dalam sesi The Great Mood.
Hal lain yang menurut Raden perlu diperhatikan adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sebagai teknologi terbaru yang akan memberikan tantangan bagi dunia. Sebab, AI diyakini akan memberikan disrupsi terhadap perekonomian.
Pada konteks ini, ia melanjutkan, pemerintah harus memperkuat kapasitas SDM dengan memberikan akses pendidikan seluas-luasnya dan meningkatkan kualitas guru. Selain itu, pembangunan infrastruktur digital juga harus merata agar dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Dengan berbagai upaya tersebut, bukan tak mungkin Indonesia bisa meraih pertumbuhan ekonomi enam sampai tujuh persen, sekaligus keluar dari jebakan negara berpendapat menengah. Apalagi, menurut Raden, Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk meraih pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.
Dia menyatakan, RI berhasil mengatasi pandemi virus corona dengan baik, serta bertahan di tengah periode ketidakpastian global. Pada 2023, menurut sejumlah proyeksi, perekonomian global diprediksi kelam karena sejumlah isu seperti masalah geopolitik, inflasi, dan suku bunga.
Pertumbuhan ekonomi global ditaksir hanya mencapai di kisaran 2 persen. Namun, Indonesia memiliki prospek yang lebih baik, dengan proyeksi pertumbuhan sekitar 5 persen. “Meskipun di tengah kegelapan, Indonesia memiliki kesempatan untuk bersinar,” katanya.