Jumat (3/3) sore, kebakaran terjadi di depo Bahan Bakar Minyak (BBM) Plumpang di Jakarta Utara. Akibat kejadian itu, 33 orang meninggal dunia dan 11 orang masih dalam perawatan berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta per Jumat (24/3).
Keberadaan depot BBM memang memiliki risiko, baik dari sisi pekerja maupun lingkungan sekitar lokasi. Dalam dokumen berjudul Environmental, Health and Safety Guidelines for Crude Oil and Petroleum Products Terminals yang dikeluarkan Bank Dunia, disebutkan tiga bahaya terkait keselamatan dan keamanan.
Bahaya tersebut antara lain, paparan bahan kimia, bekerja di ruang tertutup, serta bahaya kebakaran dan ledakan. Sehubungan dengan bahaya kebakaran dan ledakan, fasilitas penyimpanan harus dirancang dan dioperasikan sesuai dengan standar internasional. Termasuk, jarak antara fasilitas dan bangunan yang berdekatan.
Sementara itu, menurut hasil analisis American Institute of Chemical Engineers yang dilakukan pada 2011 terhadap 50 kasus kebakaran tangki penyimpanan di China (1959-2009), lebih dari 64 persen kebakaran terjadi di pabrik petrokimia, kilang minyak, dan kilang minyak. depot. . Hal ini membuktikan bahwa keberadaan depo BBM memang memiliki resiko.
Lebih lanjut mengenai keamanan penanganan kebakaran di Depot BBM Plumpang, banyak ahli yang menyampaikan pendapatnya. Salah satunya Ketua Umum Ikatan Analis Kebijakan Indonesia Trubus Rahadiansyah yang mengusulkan agar pemerintah merelokasi masyarakat. Menurutnya, jika depo dipindahkan, biayanya lebih mahal dan memakan waktu lama.
Perlu diketahui, Depot BBM Plumpang memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan BBM di Indonesia. Depot BBM Plumpang diketahui memasok 20 persen kebutuhan BBM harian Indonesia dan mengoperasikan fasilitas lain seperti gas dan pelumas.