Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka kembali jalur ekspor pasir laut yang telah ditutup selama dua dekade. Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023 bertujuan untuk mengendalikan sedimentasi laut.
Para pegiat lingkungan menilai aturan tersebut bermasalah karena berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Sedimentasi yang berasal dari proses alam sebenarnya bermanfaat bagi ekosistem pesisir dan laut, seperti yang dibutuhkan untuk mangrove dan terumbu karang.
“Yang berbahaya adalah sedimentasi yang disebabkan oleh pencemaran limbah industri dan pertambangan,” kata Yusran Nurdin Massa, peneliti dari Yayasan Hutan Biru dikutip dari Katadata.co.id.
Tapi pemerintah punya pandangan lain. Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono mengatakan kebijakan ini untuk melindungi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil dari kegiatan eksploitasi ilegal. Ia mencontohkan kegiatan pengerukan pasir laut di Pulau Rupat dan Pulau Bawah.
“Pulaunya hampir selesai, sedot pasirnya. Selama ini belum ada aturan, artinya ambil pasir laut bebas dari pantai, dari pulau-pulau. Ini yang kami atur,” katanya.
Komisi IV Dewan Rakyat yang membidangi pertanian, lingkungan hidup, kehutanan, dan kelautan mempersoalkan terbitnya PP tanpa kajian terlebih dahulu. Pemerintah belum melampirkan bukti jurnal untuk memastikan tidak terjadi kerusakan lingkungan akibat pengerukan sedimen laut.
“Oleh karena itu, diperlukan ruang terbuka terkait pembahasan PP ini,” kata anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS, Slamet, Senin 12 Juni 2023.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga mengkritik kebijakan ini. Dia mempertanyakan kebijakan yang menurutnya merusak lingkungan.
“Sekarang kamu ingin mengambil pasir juga. Gila, gila,” kata Susi dalam video pendek yang diunggah di Twitter pada 6 Juni.