Tiga nama memiliki peluang terbesar untuk maju sebagai bakal calon (calon) presiden pada pemilu tahun depan. Setelah Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, akhirnya Ganjar Pranowo resmi diumumkan sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan untuk bertarung di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Tapi siapa calon wakil presiden yang ideal mendampingi mereka? Hingga kini, masing-masing calon presiden dan partai politik yang mengusungnya belum menentukan nama jagoannya.
Kehadiran sosok wakil presiden dinilai menjadi salah satu penentu kemenangan di Pilpres 2024. Apalagi persaingan ketiga calon bakal cukup kompetitif karena gap dukungan yang relatif dekat. Dari berbagai jajak pendapat, tidak ada calon yang meraih lebih dari 50% suara.
Hasil survei Indikator Politik, misalnya, yang melibatkan 1.200 responden secara nasional sejak 30 April hingga 5 Mei 2023, menunjukkan perolehan suara Prabowo dan Ganjar berimbang masing-masing 34,8% dan 34,4%. Sedangkan elektabilitas Anies sebesar 21,8%, dan sisanya 8,9% belum menjawab.
Tidak adanya sosok yang dominan menunjukkan bahwa masih ada keterbatasan bagi ketiga tokoh tersebut dalam meraih suara pemilih. Calon wakil presiden dianggap bisa mengisi kekurangan calon presiden dan bisa saling melengkapi.
Artinya mereka membutuhkan calon wakil presiden yang bisa mendongkrak hasil elektabilitas, kata dosen komunikasi politik Universitas Gadjah Mada Nyarwi Ahmad saat dihubungi. katadata.co.idKamis, 25 Mei 2023.
Situasi ini, menurut dia, menunjukkan kontestasi pemilu 2024 juga akan menjadi ajang persaingan wakil presiden.
Baik Ganjar, Prabowo, maupun Anies memiliki basis pemilih yang cukup berbeda. Pendukung Ganjar misalnya terkonsentrasi di pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah dan di Yogyakarta.
Meski demikian, Ganjar juga unggul di DKI Jakarta dan Banten, serta Jawa Timur. Di luar Jawa, Gubernur Jawa Tengah memiliki elektabilitas tinggi di Bali, NTB, NTT, serta Maluku dan Papua, namun lemah di Sumatera dan Sulawesi.
Berbeda dengan Ganjar, suara Prabowo justru unggul di sebagian besar wilayah di luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi yang menjadi kelemahan Ganjar. Di Jawa, Prabowo hanya bisa bersaing di Jawa Barat.
Sedangkan Anies Baswedan cukup kuat di DKI Jakarta dan Banten. Dia juga mampu bersaing di Sulawesi, melepaskan diri dari Prabowo. Daerah yang lemah Anies adalah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, serta Bali, NTB, NTT.
Baik Ganjar maupun Prabowo memiliki basis pendukung etnis Jawa, sedangkan Anies memiliki cukup banyak pendukung dari etnis Sunda dan Minang. Ganjar dan Prabowo juga memiliki basis pendukung non-Muslim yang besar dibandingkan Anies.
Perbedaan basis pemilih dari masing-masing figur menunjukkan bahwa kebutuhan pasangan wakil presiden juga berbeda. Selama ini, pasangan calon presiden dan wakil presiden umumnya didasarkan pada pertimbangan asal daerah, agama, ideologi, dan latar belakang sipil atau militer.
Misalnya, jika calon presiden dari Jawa, mereka cenderung memilih wakil presiden dari luar Jawa. Jika calon presiden dari kelompok nasionalis, calon wakil presiden dari latar belakang Islam. Jika calon presiden dari militer, maka wakil presiden diharapkan dari sipil, dan seterusnya.
Direktur Eksekutif National Political Review Adib Miftahul mengatakan, faktor identitas turut menentukan partai atau calon presiden dalam menentukan pasangannya.
“Realitas politik sampai saat ini masih mengatakan bahwa faktor ini penting. Makanya belum ditentukan nama cawapresnya, ini juga bagian dari perhitungan faktor-faktor tersebut,” ujarnya.
Sementara menurut Nyarwi, dikotomi Jawa dan non-Jawa sebenarnya sudah tidak lagi menjadi pertimbangan utama. “Namun, jika kita melihatnya dari target elektoral atau basis konstituen, itu akan relevan untuk beberapa pasangan.”
Nyarwi Ahmad yang juga Direktur Eksekutif Studi Kepresidenan Indonesia (IPS) menjelaskan ada beberapa karakteristik wakil presiden yang dibutuhkan calon presiden pada pemilihan presiden 2024.
Pertama, dapat meningkatkan selektivitas. Pasalnya, ketiga kandidat tersebut tidak mendapatkan suara signifikan.
Keduamemiliki kemampuan untuk saling melengkapi, baik dalam memenangkan pertempuran maupun nantinya saat menjalankan tugas pemerintahan.
Ketigadapat diterima oleh pihak terafiliasi.
Keempat, komposisi dasar ideologi. Ada dua kemungkinan bagi wakil presiden untuk menyelaraskan dan memperkuat basis ideologis partai yang diusungnya. Bisa juga sebaliknya, kombinasi dari basis ideologi yang lebih luas seperti nasionalisme Islam.
Kelimamampu mendukung atau menggerakkan modal kampanye, baik secara finansial maupun non finansial.
Keenammampu meyakinkan pemilih muda dan tentunya cocok dengan pasangannya.
Sejumlah nama disebut-sebut sebagai calon wakil presiden. Mereka berasal dari latar belakang dan jalur politik yang berbeda.
Dari survei Indikator Politik, Sandiaga Uno memiliki tingkat elektabilitas tertinggi. Daerah pendukungnya tersebar di seluruh Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Di luar Jawa, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendapat banyak dukungan dari Sumatera dan Sulawesi.
Konsentrasi pendukung Sandiaga di luar Jawa bisa menjadi daya tarik dari keterbatasan Ganjar di daerah. Dari hasil survei, pasangan ini meraih suara tertinggi dalam beberapa simulasi tiga pasangan capres dan cawapres, meski masih belum mencapai lebih dari 50%.
Tokoh potensial adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Ridwan dinilai mampu menutupi kekurangan suara Ganjar di Jawa Barat. Namun, dari survei diketahui Kang Emil, sapaan akrabnya, kurang mendapat dukungan di luar Jawa.
Nama tokoh Golkar Airlangga Hartarto juga kerap ditarik untuk mendampingi Ganjar. Namun, pasangan ini dianggap kurang mewakili politik Islam.
Selain itu, Pemimpin Perjuangan PDI Megawati Soekarnoputri menolak nama Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Nasaruddin Umar. Meski tak pernah tampil di berbagai jajak pendapat, ia sempat digosipkan berpasangan dengan calon presiden dari PDI Perjuangan.
Megawati menilai Nasaruddin berasal dari NU dan tidak berambisi dalam politik. Duet mereka akan melahirkan pasangan nasionalis-religius.
Nasaruddin merupakan Presiden Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Suriah masa bakti 2022-2027. NU merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang memiliki landasan Islam tradisional.
Selain faktor agama, Nasaruddin yang juga mantan Wakil Menteri Agama di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga bisa mengimbangi kelemahan Ganjar di luar Jawa. Nasaruddin lahir 63 tahun silam di Ujung-Bone, Sulawesi Selatan.
“Namun, bagaimana pengaruhnya terhadap elektabilitas Ganjar, saya kira harus diuji dengan data survei yang terpercaya,” ujar Nyarwi.
Dalam dua pemilihan presiden sebelumnya, mantan Pangkostrad itu dipandang sebagai wakil politik Islam. Meski begitu, ia tetap dianggap sebagai tokoh nasionalis. Apalagi Partai Gerindra yang didirikannya mengusung nasionalisme sebagai ideologi. Selain itu, tak sedikit yang meragukan tingkat keislaman Prabowo.
Dengan latar belakang tersebut, tokoh Islam dinilai mampu melengkapi putra guru ekonomi Indonesia Soemitro Djojohadikusumo itu. Menteri BUMN Erick Thohir dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dinilai sebagai calon yang tepat.
Melihat data survei, Erick Thohir mampu memberikan dukungan dari daerah yang kekurangan Prabowo, yaitu Bali dan Nusa Tenggara. Namun tidak menutup kekurangan di wilayah Jawa. Sedangkan Khofifah mendapat dukungan di wilayah Jawa Timur, serta Maluku dan Papua.
Namun jika disandingkan dengan Erick, elektabilitas Prabowo lebih tinggi dibandingkan saat bekerja sama dengan Khofifah. Munculnya nama Erick dalam pergantian wakil presiden juga dibarengi dengan keikutsertaannya dalam kaderisasi Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama (NU).
Selain itu, Muhaimin Iskandar juga dikaitkan dengan posisi wakil presiden yang mendampingi Prabowo. Muhaimin adalah pimpinan umum PKB yang sebelumnya berkoalisi dengan Gerindra untuk mendukung Prabowo. Namun, dalam survei elektabilitas, ketua PKB masih tertinggal jauh dari wakil presiden lainnya.
Dari ketiga calon presiden tersebut, Anies dianggap sebagai sosok yang religius dan mewakili kelompok Islam. Salah satu tokoh yang berpeluang mengisi keseimbangan identitas Anies adalah Agus Harimurti Yudhoyono yang berlatar belakang militer.
Pasangan ini juga dipandang sebagai perpaduan antara sipil-militer dan nasionalis-Islam. Bahkan dari beberapa jajak pendapat, AHY tidak secara signifikan meningkatkan elektabilitas Anies.
“Representasi yang dihadirkan kepada masyarakat merupakan perpaduan antara identitas etnik, agama, sipil, dan militer yang masih kuat,” kata Adib.
Nama lain yang juga sering disebut-sebut sebagai calon wakil presiden Anies adalah Khofifah. Basis Khofifah di Jawa Timur dinilai mampu memperkuat elektabilitas Anies. Khofifah juga dinilai mampu memenangkan suara pemilih perempuan dan membuka akses ke NU.
Selain itu, ada nama Mahfud MD, Menko Polhukam juga dari NU yang bisa mengisi cacat elektoral Anies dari kelompok Islam tradisionalis.
Meski aspek ideologis cawapres dinilai penting, namun bukan satu-satunya penentu kemenangan di Pilpres 2024. Melihat pengalaman pilpres periode sebelumnya, capres juga bergantung pada kekuatannya sendiri di lapangan. pemilihan. Misalnya pada pemilu 2009 saat Susilo Bambang Yudhoyono berpasangan dengan Boediono.
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani mengatakan, mereka adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sama-sama berasal dari Jawa Timur. SBY adalah politikus dari Pacitan, sedangkan Budiono dari Blitar.
“Secara tradisional, jika Anda menggunakan istilah politik lama, itu adalah teritorial saudara laki-laki bukan daerah santri yang banyak orang NU-nya,” kata Saiful dikutip dari podcast akun YouTube SMRC TV yang tayang pada 30 Maret 2023.
Pasangan SBY-Boediono adalah politikus dari kalangan muslim dan subkulturnya saudara laki-laki, bukan dari NU atau Muhammadiyah. Saat itu, pasangan ini dikritik habis-habisan oleh berbagai pihak karena dinilai tidak berpeluang menang.
Meski demikian, pada akhirnya pasangan SBY-Boediono berhasil memenangkan putaran dengan perolehan suara sekitar 60%. Pertimbangan SBY saat itu karena alasan efisiensi, dan menginginkan pembangunan ekonomi yang lebih kuat.
Pengalaman kedua adalah pada Pemilu 2019, ketika Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai wakilnya. Tak banyak yang mengira ulama asal Banten itu akan menjadi calon wakil presiden. Meski menang, Ma’ruf Amin kurang berpengaruh dalam menggalang suara di desanya sendiri, Banten.
Data ini menunjukkan bahwa Ganjar, Prabowo, dan Anies juga harus mengandalkan dirinya sendiri, tidak boleh terlalu mengandalkan wakilnya, termasuk faktor ideologis sebelumnya, untuk bersaing di Pilpres 2024.