Perusahaan teknologi Amerika Serikat (AS) yang sebagian besar berkantor pusat di Silicon Valley, sedang mengalami masa terburuknya sejak awal 2022. Banyak yang menyebut kejatuhan perusahaan tersebut sebagai fenomena “zombie unicorn”.
Kutipan WAKTU, Ada tiga alasan di balik lesunya harga saham perusahaan teknologi. Pertamahasilnya di bawah perkiraan. Keduabank sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga. Ketigakondisi perekonomian yang dipengaruhi oleh inflasi.
Penurunan pendapatan perusahaan terutama dirasakan oleh perusahaan teknologi yang diuntungkan di masa pandemi, seperti Netflix dan Zoom. (INFOGRAFIS: Fenomena “Zombie Unicorn” Menyentuh Bisnis Digital)
Netflix kehilangan 200.000 pelanggan dan diperkirakan akan kehilangan lebih banyak lagi di kuartal kedua, karena persaingan aplikasi semakin intensif mengalir. Sementara itu, wabah dapat dikendalikan dan kehidupan normal telah kembali untuk mengurangi penggunaan Zoom.
Juga Memukul Raksasa Teknologi
Dampak lesunya investasi di perusahaan teknologi juga dirasakan oleh lima raksasa teknologi yang dikenal dengan nama FAMGA. FAMGA terdiri dari Facebook (sekarang Meta), Apple, Microsoft, Google (sekarang Alphabet), dan Amazon.
Di antara lima perusahaan tersebut, harga saham Meta mengalami koreksi terbesar. Sejak awal tahun (sejauh tahun ini/ytd) hingga Selasa, 7 Juni, harga saham Meta mengalami penurunan sebesar 42,21%. Jika Anda melihat tertinggi 52 minggu terakhir (tertinggi 52 minggu), saham Meta hampir turun 50%.
Analis menyebut jatuhnya saham perusahaan teknologi mirip dengan pecahnya gelembung dot-com pada pergantian milenium.
“Anda mungkin berpikir bahwa investor, baik profesional maupun ritel, akan belajar dari pengalaman tahun 2000. Ternyata, sesuatu yang sangat mirip benar-benar terjadi,” kata George Ball, ketua perusahaan investasi Sanders Morris Harris. rezekiSenin, 23 Mei 2022.
Gelembung dot com meledak pada tahun 2000 ketika investor berbondong-bondong berinvestasi di perusahaan berbasis Internet, yang biasanya menggunakan “.com” di namanya. Investasi yang sibuk ini membuat saham perusahaan Internet meledak seperti gelembung.
Ball mengatakan gelembung meledak ketika perusahaan menyadari bahwa pertumbuhan yang ekstrim tidak berkelanjutan. Menurut Bell, hal yang sama berlaku hari ini untuk saham teknologi dan apa pun yang terkait dengan crypto.
Bagaimana dengan Indonesia?
Jatuhnya saham teknologi juga terjadi di Indonesia. Indeks saham teknologi atau IDXTECHNO singkatnya berada di 7.890,13 pada penutupan perdagangan Selasa 7 Juni.
Artinya, IDXTECHNO mengalami penurunan sebesar 16,08% year-to-date (ytd). Melihat level tertinggi 52 minggu, IDXTECHNO telah jatuh -37,89% dari level tertingginya di 12.704,02.
Di antara empat perusahaan teknologi dengan kapitalisasi pasar terbesar, Bukalapak mengalami koreksi terbesar baik secara ytd maupun tinggi 52 minggu. Mengutip data Keuangan Google, Harga saham Bukalapak sudah mencapai Rp 1.325 per saham di awal IPO. Pada perdagangan Selasa, 7 Juni lalu, harga saham Bukalapak ditutup di level Rp 280 per saham.
Wawan Hendrayana, Vice President Infovesta Utama, mengatakan saat ini saham teknologi Indonesia hanya menjual pertumbuhan atau prospek bisnis ke depan. Sementara itu, bottom line perusahaan masih merugi atau membukukan keuntungan kecil.
“Akibatnya, valuasi konvensional menjadi luar biasa mahal,” kata Wawan Katadata.co.idSelasa (24/5).
Karakteristik perusahaan yang menjual prospek bisnis ke depan juga yang menyebabkan saham teknologi Indonesia anjlok. Wawan mengatakan investor lebih memilih sektor riil dan komoditas tertentu di tengah konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan pemulihan ekonomi.
Beberapa waktu lalu, Managing Partner East Ventures Roderick Purwana memprediksi dampak penurunan saham teknologi AS ke Indonesia akan lebih terkendali. Hal ini mengingat pertumbuhan ekonomi pada triwulan I mencapai 5,01% secara tahunan.
Meski begitu, menurut Roderick masih ada perubahan perusahaan baru Indonesia, khususnya dalam hal pola pembiayaan dan valuasi. Dia yakin investor masih akan mencari perusahaan baru kualitas tetapi akan ada penyesuaian untuk penilaian investasi.
Kencangkan Starter Sabuk Anda
Jatuhnya saham perusahaan teknologi membantu membuat modal ventura (modal usaha) yang biasanya memiliki banyak uang harus mengurangi investasinya.
Y Combinator, investor awal di Reddit, Airbnb, dan Dropbox, mengirim memo ke perusahaan baru dalam portofolionya pada Kamis 19 Mei. Dalam memo tersebut, Y Combinator mengatakan tidak akan ada pendanaan untuk 24 bulan ke depan.
Selain itu, Y Combinator juga menyarankan perusahaan baru untuk mengejar strategi selain mencari pendanaan baru dalam 6-12 bulan ke depan. Sebab, pendanaan pada periode ini diperkirakan hanya mendatangkan valuasi kecil. (INFOGRAFIS: Bisnis Startup Diguncang “Bubble Burst”)
Mengutip data Wawasan CBpendanaan modal ventura diperkirakan menyusut sebesar 19% setiap kuartal (triwulan demi triwulan/qoq) pada triwulan II 2022. Pengurangan pendanaan ini terjadi setelah pendanaan juga mengalami penurunan sebesar 20% (qoq) pada triwulan I 2022.
Penyusutan dana juga membuat Wawasan CB perkiraan jumlah perusahaan baru hanya 62 baru perusahaan baru pada kuartal kedua tahun 2022. Ini pertama kali muncul perusahaan baru hanya kurang dari 100 perusahaan baru sejak 2020.
Di Asia, penurunan pendanaan diperkirakan semakin dalam pada kuartal kedua 2022. Wawasan CB estimasi pendanaan perusahaan baru di Asia akan turun 31% (qoq) menjadi US$25,4 miliar dari sebelumnya US$36,6 miliar.
Pendanaan ini dapat berdampak pada beberapa hal, seperti penundaan ekspansi, penghentian perekrutan baru, dan yang terburuk, pemutusan hubungan kerja massal. Di AS, Facebook dan Twitter berhenti mempekerjakan sementara Netflix dan Robinhood melakukan PHK massal. (INFOGRAFIS: Badai PHK Menghantam Startup Indonesia)
Di Indonesia, startup pendidikan Zenius baru saja mengumumkan telah mem-PHK lebih dari 200 karyawannya pada Selasa 24 Mei lalu. Di hari yang sama, LinkAja melakukan hal yang sama dengan alasan efisiensi sumber daya manusia (SDM).