liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
MASTER38 MASTER38 MASTER38 MASTER38 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 COCOL88 COCOL88 COCOL88 COCOL88 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 ZONA69 ZONA69 ZONA69 NOBAR69 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38
SLOT GACOR HARI INI SLOT GACOR HARI INI
Para "Pendatang" ASN yang Bisa Memicu Kesenjangan Sosial di IKN

Para “Pendatang” ASN yang Bisa Memicu Kesenjangan Sosial di IKN

3 minutes, 30 seconds Read

Pembangunan Ibukota Negara (IKN) Nusantara tidak hanya berdampak pada perekonomian di Kalimantan Timur (Kaltim), tetapi juga dapat menimbulkan masalah sosial di sana. Terutama dari sisi demografi mengingat akan terjadi migrasi massal dari Jakarta, pusat pemerintahan saat ini.

Pemerintah berencana memindahkan 11.274 pegawai negeri sipil (ASN) dari 35 kementerian dan lembaga mulai 2024. Pemindahan itu untuk mendukung kegiatan pemerintah di ibu kota baru.

Berdasarkan data Badan Layanan Umum Negara (BKN), jumlah ASN pusat di DKI Jakarta tercatat 209.346 orang per Juni 2022. Artinya, hanya sekitar 5,4% ASN yang akan pindah dan bekerja di nusantara. Namun, jika sesuai skenario awal, jumlah ASN yang pindah bisa bertambah secara bertahap hingga semuanya meninggalkan Jakarta.

Sebelum wacana pemindahan ASN, migrasi penduduk antar provinsi sebenarnya terus terjadi di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan sebanyak 10 dari 100 penduduk tinggal di luar daerah kelahirannya pada tahun 2020. Jumlah tersebut bahkan meningkat dua kali lipat dibanding 50 tahun sebelumnya.

Kalimantan Timur menjadi salah satu tujuan favorit migrasi ini. Sebanyak 31% penduduk disana merupakan pendatang pada tahun 2020, tertinggi keempat secara nasional. Artinya, masyarakat lokal di wilayah ini telah menerima pendatang dari tahun ke tahun.

Meski begitu, pengalihan ASN secara besar-besaran ke nusantara berpotensi menimbulkan ketimpangan atau gap dengan masyarakat setempat. Misalnya dalam hal pendapatan. Setiap pejabat pemerintah di Jakarta menerima gaji rata-rata Rp 6,1 juta per bulan pada Agustus 2022. Jumlah ini lebih tinggi dari gaji yang diterima ASN di Kalimantan Timur sebesar Rp 4,1 juta per bulan.

Tak hanya itu, sebanyak 40% tenaga kerja di wilayah ini bekerja di sektor perdagangan dan pertanian. Pendapatan yang diterima pekerja di sektor ini lebih rendah dari gaji PNS di Jakarta. Nilainya Rp 3 juta per bulan untuk perdagangan dan Rp 3,7 juta per bulan untuk pertanian.

Peneliti Institute of Economic Development and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan kesenjangan pendapatan ini kemudian dapat berdampak pada peningkatan angka kriminalitas, seperti dikutip dari Cakupan6.com.

Pemerintah akan memilih ASN yang akan dipindahkan ke ibu kota baru. Salah satunya berpendidikan minimal D3. Kriteria ini cukup umum diterapkan, karena sebanyak 81,1% dari total ASN di Indonesia telah memenuhi atau berpendidikan di atas D3 per Juni 2022.

Namun berdasarkan data BPS Kaltim, pada Agustus 2022 lebih dari 80% penduduk bekerja di daerah tersebut hanya mengenyam pendidikan dasar hingga menengah atau kejuruan. Perbedaan tingkat pendidikan yang dicapai ini juga menimbulkan disparitas yang dapat merugikan daerah. masyarakat.

Indonesia pernah melakukan pemindahan penduduk “paksa” pada masa Orde Baru melalui program transmigrasi. Penduduk yang mengungsi bukanlah ASN, tetapi program yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Swasono (1986) dalam “Kependudukan, Kolonisasi, dan Transmigrasi” dalam buku tersebut Transmigrasi di Indonesia 1905-1986 disebutkan, ada sekitar satu juta keluarga yang bermigrasi saat itu.

Transmigrasi tidak hanya menyasar Sumatera, tetapi juga meluas ke Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Program ini dilakukan untuk memecah kepadatan penduduk di Pulau Jawa, membangun desa tujuan transmigrasi, dan meningkatkan produksi pertanian guna mencapai swasembada pangan.

Perpindahan penduduk secara besar-besaran dan terorganisir ini kemudian berdampak pada masyarakat setempat. Penelitian oleh Pratiwi et al. (2022) tentang beberapa kelompok tani di Lampung dalam “Program Transmigrasi dan kedudukan perantau dalam jaringan pengetahuan masyarakat desa” di Jurnal Studi Pedesaan menunjukkan perubahan komposisi kelompok mayoritas dan minoritas dalam masyarakat.

Pendatang justru menjadi pusat informasi dan pengetahuan di bidang pertanian. Hal ini karena umumnya mereka memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik serta aset dan kekayaan yang lebih banyak, yang dapat meningkatkan status sosial mereka.

Selain itu, pemerintah pusat memperkenalkan cara hidup dan bercocok tanam yang mereka pahami. Pendatang yang memiliki keakraban budaya dengan pemerintah pusat dapat menerima cara ini dengan lebih baik dan lebih cepat. Akibatnya, masyarakat lokal semakin terpinggirkan.

Melihat kembali program transmigrasi pada masa Orde Baru, ASN sebagai pendatang yang memiliki pendidikan dan upah yang lebih baik dapat dinaikkan status sosialnya di masyarakat. Selain itu, mereka terkait erat dengan pemerintah pusat. Mereka berpotensi mempengaruhi cara dan taraf hidup penduduk setempat menurut apa yang mereka pahami, bukan berdasarkan konteks dan budaya daerah.

Selain itu, pemerintah berencana menempatkan ASN secara terpusat di 31 tower apartemen yang berada di Kawasan Inti Pemerintahan Pusat (KIPP). Kawasan ini juga akan dilengkapi dengan beberapa fasilitas, seperti rumah sakit dan sekolah.

Akibatnya, masyarakat lokal dapat menjadi semakin terpinggirkan di dalam komunitas atau wilayah mereka sendiri. Mereka bukan lagi sumber pengetahuan dan tolok ukur cara hidup, dan bahkan bisa kehilangan “kontrol atas kekuasaan, sumber daya dan tanah,” kata dosen dan peneliti University of Western Australia Kirsten Martinus, seperti dikutip dari Nasional geografis.

Similar Posts