liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
MASTER38 MASTER38 MASTER38 MASTER38 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 COCOL88 COCOL88 COCOL88 COCOL88 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 ZONA69 ZONA69 ZONA69 NOBAR69 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38
SLOT GACOR HARI INI SLOT GACOR HARI INI
Penjara, Sanksi atau Surganya Korban Narkoba?

Penjara, Sanksi atau Surganya Korban Narkoba?

3 minutes, 16 seconds Read

Tutup di balik jeruji penjara dibuka. Aktor Tio Pakusadewo mengatakan penjara merupakan tempat yang aman untuk menjalankan bisnis narkotika. Dalam wawancara podcast dengan Uya Kuya, dia mengatakan para napi narkoba menjaga hotel gratis itu.

“Mereka bikin (narkoba) di dalam,” kata Tio dalam siaran podcast di akun TV Uya Kuya, pada 29 April 2023.

Ia mengatakan, napi di Lapas Cipinang juga bisa mengelola pembuatan narkoba dari dalam sel hingga ke Bandung dan Bali.

Berdasarkan 2013, polisi menemukan pabrik sabu di Lapas Cipinang. Pabrik itu disebut-sebut milik jaringan Freddy Budiman yang saat itu mendekam di penjara Nusa Batu, Nusakambangan.

Bahkan pada 2009 terungkap terpidana mati Benny Sudrajat menguasai beberapa pabrik sabu dari dalam lapas. Benny mengontrol jaringannya dari Lapas Pasir Putih, Nusakambangan.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, sebagian besar narapidana di lapas adalah napi narkotika. Pada 2021, kata Mahfud, akibat kondisi tersebut, porsi lapas akan tidak merata dan kelebihan daya tampung.

“Separuh dari 200.000 narapidana atau warga angkat, 50% di antaranya adalah kasus narkoba,” kata Mahfud.

Dari segi jumlah, Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan jumlah narapidana terbanyak di Asia yaitu 275.518 narapidana. Artinya, jika dikonversi menurut perhitungan Mahfud, sebanyak 140.000 orang merupakan narapidana kasus narkotika.

Situasi ini terjadi akibat hukum memilih memenjarakan korban penyalahgunaan narkotika daripada menempuh jalur rehabilitasi.

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa “pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.

Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Nomor 11 Tahun 2014 juga merekomendasikan rehabilitasi pengguna narkotika, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika. Penjara, menurut peraturan ini, bukanlah tempat bagi para pecandu.

Presiden Joko Widodo juga mengincar rehabilitasi sebagai nafas pengendalian narkotika. Jokowi, begitu dia disapa, ingin meningkatkan pelayanan program rehabilitasi dari hanya 18.000 pada 2014 menjadi 100.000 pada 2015 dan 200.000 pada 2016.

Apakah target ini tercapai?

Lima tahun setelah BNN menerbitkan Perka BNN No 11 Tahun 2014, BNN menangkap sekitar 42.000 tersangka tindak pidana narkotika pada 2019. Dari jumlah itu, hanya 13.000 orang atau sekitar 30% yang mendapatkan rehabilitasi.

Jika dibandingkan dengan target rehabilitasi tahun 2016 sebesar 200.000, berarti hanya 6,7% kasus penyalahgunaan narkoba yang masuk ke pusat rehabilitasi.

Alih-alih meningkat, data akhir tahun BNN menunjukkan tren pemulihan cenderung menurun. Target rehabilitasi 18.000 orang baru terealisasi 8,9% pada 2014. Tahun berikutnya, realisasi rehabilitasi meningkat 38%, namun realisasi kembali turun pada 2016, bahkan di bawah persentase dua tahun sebelumnya.

Target yang diharapkan bisa meningkat menjadi 200.000, namun pencapaiannya hanya 16.185 atau tercapai sekitar 8%.

Alih-alih memutus mata rantai peredaran, menjebloskan pecandu ke dalam penjara justru menempatkan mereka bersama pengedar. Apalagi diketahui para pengedar membuat pabrik narkotika di dalam lapas.

Artinya, setelah dipenjara, pengguna berpeluang kembali menjadi target peredaran narkoba. Survei Penyalahgunaan Narkoba Nasional (2021) yang dilakukan BNN bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hal tersebut.

Penyalahgunaan Narkotika “setahun pakai” dan “pernah pakai” dalam kurun waktu dua tahun menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Pada kategori pemakaian satu tahun, dari sebelumnya 1,8% di tahun 2019 meningkat menjadi 1,95% di tahun 2021. Kemudian kategori sudah digunakan meningkat dari 2,4% menjadi 2,57% di periode yang sama.

Dengan mengolah data laporan akhir tahun BNN 2017-2019, dapat disimpulkan bahwa dibandingkan dengan rehabilitasi, sebenarnya penjara adalah solusi yang diambil oleh penegak hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba.

Pada 2017, pihak berwenang menangkap 58.365 orang dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Sebanyak 18.311 direhabilitasi, lebih dari 40.000 orang dijatuhi hukuman penjara. Kemudian pada tahun 2018 sebanyak 44.675 orang ditangkap, 15.263 orang direhabilitasi, dan 29.412 orang dipenjara.

Pada tahun 2019 terdapat 42.469 orang yang ditangkap dalam kasus penyalahgunaan narkotika, sebanyak 13.320 orang dapat direhabilitasi, namun 29.149 orang yang harus menjalani pidana.

Seperti diketahui, sistem rehabilitasi korban narkoba bukanlah solusi alternatif, melainkan cara mencari uang. Fakta tersebut tertuang dalam keterangan Budi Waseso saat menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 2017 lalu.

Saat itu Buwas, sapaan akrabnya, berencana menutup pusat rehabilitasi tersebut karena rekomendasi rehabilitasi dianggap sebagai transaksi.

“Kalau ada yang ditangkap, maunya dikembalikan, bukan dihukum. Jadi, rehabilitasi adalah pembenaran, dan harus ada trade-off, ‘mau dihukum atau dipulihkan? Wani piro? berani [bayar] berapa umurmu?’” katanya.

Meski pemulihan memiliki nafas untuk memutus mata rantai penyalahgunaan narkoba. Akses korban penyalahgunaan narkotika terputus sehingga tidak mencari narkotika, tidak berada di lingkungan sebelumnya yang mendukung penggunaan narkotika. Ini tidak seperti penjara dengan kondisi sebaliknya.

Similar Posts