liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Penyebab Timnas Sepak Bola Indonesia Minim Prestasi: Politisasi hingga Kurang Gizi

Penyebab Timnas Sepak Bola Indonesia Minim Prestasi: Politisasi hingga Kurang Gizi

5 minutes, 46 seconds Read

Jika Piala Dunia U-20 digelar di Indonesia, ini akan menjadi kali pertama timnas sepak bola (Timnas) Indonesia bermain di ajang tingkat dunia. Tapi ini hanya mimpi yang tidak menjadi kenyataan. FIFA menarik Indonesia sebagai tuan rumah karena isu politik yang menolak tim Israel.

Dengan dibatalkannya Piala Dunia, timnas U-20 otomatis juga gagal tampil di kejuaraan. Pasalnya, Indonesia mendapat tiket ke ajang FIFA karena didapuk sebagai tuan rumah, bukan karena lolos kualifikasi.

Memang, Tim Merah Putih belum memiliki prestasi yang membanggakan di kejuaraan sepak bola tingkat dunia, khususnya tahun 2000-an. Timnas Indonesia biasanya kalah di babak kualifikasi, sehingga tidak bisa melaju ke babak final kejuaraan dunia.

Tiga uang sama di Piala Asia. Timnas senior dan kelompok umur hanya mencapai babak penyisihan grup atau perempat final dalam 20 tahun terakhir. Sementara itu, timnas U-20 menjuarai Piala Asia pada 1961. Mereka menjuarainya dua kali tempat kedua pada tahun 1967 dan 1970.

Di tingkat regional yang lebih kecil, timnas kelompok umur telah menorehkan beberapa prestasi. Prestasi ini jauh lebih baik dari timnas senior di ajang yang sama.

Misalnya, Timnas U-19 dinobatkan sebagai tim terkuat se-Asia Tenggara pada Kejuaraan AFF 2013. Prestasi ini diikuti oleh Timnas U-23 dengan menjuarai Kejuaraan AFF 2019.

Tak hanya itu, Timnas U-16 bahkan sudah dua kali meraih gelar di ajang yang sama untuk kelompok usianya pada 2018 dan 2022.

Sementara itu, Tim Garuda alias timnas senior belum pernah mencicipi podium tertinggi di Kejuaraan AFF sejak digelar pada 1996. Mereka harus puas menempati posisi ketiga pada 1998, lalu enam kali. tempat kedua di tahun-tahun berikutnya.

Tim Garuda juga mendapat julukan “ahli”. tempat kedua AFF” karena mereka paling banyak gagal di final dibandingkan negara-negara di kawasan.

Mengapa Tim Garuda Muda Lebih Baik dari Timnas Senior? Mengapa timnas senior tidak bisa masuk kejuaraan sepak bola dunia?

Mantan pelatih timnas Alfred Riedl, dalam wawancaranya dengan Tempo Pada tahun 2016, dikatakan para pemain Indonesia mulai tidak disiplin dan tidak menjaga pola makan dan asupan gizi saat memasuki level senior.

“Bayangkan, pemain kita makan kerupuk atau kentang goreng yang jelas tidak bergizi,” kata Riedl.

Mantan pelatih fisik Timnas Indonesia Lee Jae-hong memiliki pendapat yang sama. Menurutnya, para pemain Indonesia sering mengonsumsi gorengan, sementara proporsi dan jumlah nutrisi dalam asupan hariannya tidak sesuai kebutuhan, seperti dikutip dari YouTube. PSSITV.

Karena itu, kekuatan dan daya tahan Tim Merah Putih masih sangat kurang, “apalagi bertahan bermain selama 90 menit.”

Menurut ahli gizi Rita Ramayulis, seorang atlet sepak bola harus mengonsumsi karbohidrat kompleks dalam pola makan utamanya, seperti dilansir dari YouTube PSSITV. Karbohidrat tersebut antara lain nasi, kentang dan roti yang dapat menjadi sumber energi.

Asupan karbohidrat kompleks harus dibarengi dengan mikronutrien agar cepat diolah menjadi energi siap pakai. Zat gizi mikro B1, B3, B6, dan, B12 dapat ditemukan pada lauk rendah lemak, sedangkan magnesium terdapat pada sayuran.

“Hidangan yang biasa dimakan, jika tinggi lemak justru memperlambat penyerapan karbohidrat tersebut sebagai energi,” jelas Rita.

Atlet sepak bola juga harus mengonsumsi makanan yang mengandung mineral, seperti buah-buahan, sebagai camilan. Makanan ini bisa dimakan beberapa kali dalam sehari dengan porsi yang proporsional.

Saat bertanding, makanan utama dan snack digabungkan dan dimakan beberapa jam sebelum pertandingan secara bertahap. Kemudian ditambah dengan penggunaan cairan agar atlet selalu dalam keadaan hidrasi.

Selain itu, Rita mencontohkan beberapa makanan yang “dilarang” untuk dimakan oleh atlet sepak bola profesional. Pertama, makanan ekstrim yang sangat pedas, sangat asam, dan sangat manis. Pasalnya, makanan tersebut merangsang asam lambung secara berlebihan sehingga memengaruhi kesehatan pencernaan para atlet.

Keduamakanan yang digoreng dengan minyak banyak dan suhu tinggi. Ketiga, makanan santan. Kedua jenis makanan ini mengandung lemak jenuh yang sulit dicerna tubuh. Akibatnya, tubuh menjadi tidak berdaya, bahkan bisa mengganggu peredaran darah dan jantung.

Selain asupan gizi dan kondisi fisik, pemahaman dan penerapan taktik pemain Timnas Indonesia dinilai belum sempurna. Lini depan misalnya masih menjadi masalah bagi timnas senior.

Berdasarkan statistik pertandingan Indonesia vs Vietnam pada laga kedua semifinal Kejuaraan AFF 2022 pada 9 Januari 2023, Indonesia sama sekali tidak melakukan tembakan ke gawang lawan (menembak tepat sasaran). Sementara itu, Vietnam melepaskan lima tembakan ke gawang tim Garuda.

Bahkan, penguasaan bola Indonesia sedikit lebih baik dari Vietnam yakni 52,5% berbanding 47,5%. Indonesia juga sebenarnya punya banyak peluang mencetak gol lewat tujuh sepak pojok dan 12 tendangan bebas.

Artinya, penyerang Indonesia kurang tajam dan tidak bisa kreatif dalam mengombinasikan taktik menembakkan bola ke gawang lawan.

Meluncurkan Tirto, mantan analis performa timnas U-19, Rochmat Setiawan menilai taktik menjadi masalah karena sejak kecil pemain didorong untuk meraih kesuksesan ketimbang fokus pada pengembangan. Akibatnya, pelatihan fisik lebih diutamakan daripada memahami taktik.

Pendekatan ini mungkin tidak penting bagi timnas muda, bahkan ketahanan fisik bisa menjadi keunggulan. Namun, dampaknya terlihat saat mereka memasuki level senior. Taktik lebih kompleks dan beragam, pemain juga harus cepat mengambil keputusan dalam pertandingan. Pemahaman taktik yang kurang memadai akan mengakibatkan permainan yang kurang baik dan prestasi yang kurang dari timnas itu sendiri.

Tak hanya itu, pelatih alias pelatih yang kerap berganti-ganti memengaruhi pemahaman taktis pemain timnas Indonesia. Sebab, mereka harus terus beradaptasi dengan taktik baru, bukannya menyerap, menerapkan, dan berkreasi dengan taktik tersebut.

Timnas senior, misalnya, memiliki 17 pelatih berbeda sejak era Reformasi. Artinya, hampir setiap tahun timnas dilatih oleh juru taktik baru.

Minimnya prestasi timnas senior bermula dari minimnya pembinaan bagi para pemain muda. Atlet sepak bola profesional tidak lahir dari latihan dan kompetisi dalam semalam.

Pembinaan dimulai dari akademi, sekolah sepak bola (SSB), atau pelatihan. Kemudian, harus ada kompetisi yang dipentaskan menurut kelompok umur. Tujuannya adalah untuk membentuk dan melatih gaya hidup pemain, teknik permainan, dan mentalitas.

Namun, Deputi III Pembinaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Raden Isnanta mengatakan, jumlah Pusat Pembinaan dan Pembinaan Pelajar (PPLP) milik pemerintah hanya tujuh pada tahun 2020, seperti dikutip dari tempo.co.

“Ini (penambahan PPLP) belum kami lakukan karena biayaketinggian Harus ada pendidikan dan pelatihan di 34 daerah ini, semua daerah punya potensi,” kata Isnanta.

Sementara Kemenpora dan PSSI belum memaparkan data jumlah akademi dan SSB di seluruh Indonesia. Sedangkan keduanya bisa berada di bawah naungan klub sepak bola profesional dalam dan luar negeri (seperti Akademi Persib dan SSI Arsenal) atau berdiri sendiri (seperti Akademi Sepak Bola Jakarta).

Apalagi kompetisi sepak bola untuk kelompok umur masih jarang diadakan di Indonesia. Di situs PSSI misalnya, hanya ada satu kompetisi yang menyasar pemain muda yakni Piala Soeratin untuk U-15 dan U-17.

Selain itu, ekosistem dan para pemangku kepentingan yang memungkinkan perkembangan pemain muda itu sendiri juga perlu mendapat perhatian. Sebab, menurut Andy Fuller (2015) dalam artikel “Mendekati sepakbola di Indonesia” di jurnal tersebut. Sepak Bola & Masyarakatsepak bola sering dipolitisasi di Indonesia.

Pernyataan tersebut paling tidak bisa dilihat dari kepengurusan PSSI, asosiasi sepakbola tertinggi di Indonesia. Ketua umumnya berstatus politik, dan beberapa kasus penyalahgunaan dana dan jabatan telah mencoreng citra organisasi dalam 20 tahun terakhir.

Salah satunya mantan Pj Ketua Umum PSSI Joko Driyono yang terlibat kasus pengaturan skor pertandingan Liga 1 2019. Ia dinyatakan bersalah merusak dan menghilangkan barang bukti dalam kasus ini dan divonis 18 bulan penjara.

Ekosistem dan pemangku kepentingan Sepak bola Indonesia yang bobrok di level atas bisa merembet ke level bawah. Hal ini berimbas pada minimnya kuantitas dan kualitas fasilitas sepak bola, pembinaan pemain muda, dan prestasi Tim Merah Putih dalam turnamen sepak bola.

Similar Posts