Setelah mengumpulkan data, tim melakukan verifikasi data masing-masing konsesi, kemudian menyusun data dan fakta di lapangan, kemudian mengkonfirmasikan temuan tersebut ke masing-masing perusahaan. “Penilaian ini berdasarkan peraturan pemerintah. Ada aturannya, tinggal pelaksanaannya saja,” ujar Bustar.
Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Papua Barat, 14 konsesi telah dibatalkan dan 2 konsesi telah dikurangi luasnya, baik secara administratif maupun operasional. Mulai dari izin usaha, izin pemanfaatan kayu, Hak Guna Usaha (HGU), persoalan kebun inti plasma, lahan gambut, dan kawasan hutan. 8 konsesi lainnya masih dipantau oleh tim kerja.
Menyampaikan data KPK, Bustar mengatakan, lebih dari 650 ribu hektare konsesi dan 70 ribu hektare telah ditanami sawit, diindikasikan baru 17 ribu hektare yang membayar pajak. “Data ini menunjukkan adanya potensi tax loss. Padahal bisa kita manfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat selain menambah pendapatan daerah,” jelas Bustar.
Tim penilai yang merupakan kolaborasi multipihak ini mendorong agar lahan hutan yang dicabut konsesinya dikembalikan ke pengelolaan adat. Hal ini terlihat dari komitmen para gubernur dan bupati di Papua Barat yang juga menuntut pengakuan hak-hak masyarakat adat.
Selanjutnya, pemerintah akan berdiskusi dengan masyarakat apa yang bisa dikembangkan oleh masyarakat dari lahan reklamasi. Pemerintah juga didorong untuk berinvestasi lebih banyak, membantu masyarakat mengembangkan daerah untuk mata pencaharian.
Apa yang dilakukan Pemda Papua Barat bisa menjadi contoh bagi daerah penghasil sawit lainnya untuk mengurus perizinan sawit di masing-masing daerah. Upaya ini untuk memperbaiki tata kelola kelapa sawit, bagaimana investasi dapat dikelola dengan baik, sehingga pendapatan negara dan daerah dapat dimaksimalkan, masyarakat juga mendapatkan manfaat yang maksimal.
Bustar mengingatkan bagaimana negara dan masyarakat dapat memaksimalkan sumber daya alam yang ada secara arif dan bijaksana. “Moratorium kelapa sawit yang ditandatangani selama 3 tahun telah berakhir. Sampai saat ini belum ada perpanjangan waktu bulan sabit. Padahal ini penting untuk memperbaiki tata kelola. Biar lebih rapi,” kata Bustar.