Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia akan meningkat sebesar 13,9% menjadi Rp 71 juta pada tahun 2022. PDB per kapita menunjukkan pendapatan rata-rata setiap penduduk Indonesia. Angka ini diperoleh dengan membagi total PDB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun, tanpa membedakan si kaya dan si miskin.
Artinya, dari total 275,7 juta penduduk Indonesia, tahun lalu mereka rata-rata berpenghasilan Rp 71 juta atau Rp 5,9 juta per bulan. Pertanyaannya, apakah PDB per kapita dapat mencerminkan kesejahteraan penduduk? Kenyataannya, Indonesia masih menghadapi tingkat ketimpangan yang relatif tinggi dalam distribusi pendapatan.
Rasio gini merupakan indikator tingkat ketimpangan pendapatan relatif antar daerah. Ukurannya antara 0 dan 1. Semakin mendekati satu, semakin lebar tingkat ketimpangannya. Sebaliknya, semakin mendekati nol berarti distribusi pendapatan semakin merata. Di Indonesia, rasio gini tercatat sebesar 0,381 per September 2022. Angka ini relatif tidak berubah selama satu dekade terakhir.
Tidak ada data resmi yang mencatat berapa penghasilan yang diperoleh orang kaya. Namun berdasarkan daftar kekayaan orang terkaya di Indonesia yang dilansir Forbes, akumulasi kekayaan 50 orang terkaya Indonesia mencapai US$180 miliar atau sekitar Rp2.795,7 triliun pada tahun lalu. Angka tersebut setara dengan 14,2% dari PDB 2022 sebesar Rp19.588,4 triliun. Di sisi lain, BPS menyatakan jumlah penduduk miskin mencapai 26,4 juta jiwa atau 9,57% per September 2022.
Dalam kasus seperti ini, statistik berdasarkan nilai median sebenarnya dapat lebih mencerminkan keadaan masyarakat yang sebenarnya karena lebih mewakili distribusi data. Sedangkan jika menggunakan rata-rata (berarti) jumlahnya cenderung lebih besar karena akan diambil oleh pemilik kekayaan terbesar.
Namun menghitung median lebih sulit karena membutuhkan deret data yang besar. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk Indonesia yang tidak sedikit.
Kami menjalankan simulasi untuk menghitung rata-rata PDB per kapita yang lebih realistis. Pertamabelum termasuk kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia. Keduatidak termasuk aset orang kaya ditambah 26,4 juta orang miskin.
Pada simulasi pertama, angka per kapita cenderung lebih kecil yakni Rp 60,9 juta per tahun pada 2022. Dengan pendapatan per kapita sebesar itu, berarti rata-rata penduduk Indonesia, kecuali orang terkaya, memiliki pendapatan sebesar sekitar Rp 5 juta per bulan. Angka tersebut 10 kali lebih tinggi dari garis kemiskinan Rp 535.547 per kapita per bulan atau Rp 6,4 juta per tahun per September 2022.
Pada tahun 2022, akan ada 26,4 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jika diasumsikan pendapatan mereka sama dengan garis kemiskinan, maka akumulasi kekayaan mereka adalah Rp 14,1 triliun per bulan atau Rp 169,4 triliun per tahun. Angka ini hanya 6% dari kumulatif 50 orang terkaya.
Hasilnya, pada simulasi kedua yang tidak memasukkan orang terkaya dan termiskin, rata-rata pendapatan per kapita di Indonesia adalah Rp 66,6 juta.
Angka-angka yang muncul dari hasil simulasi ini menunjukkan bahwa terdapat selisih antara PDB per kapita resmi yang dikeluarkan oleh BPS dengan PDB per kapita yang tidak termasuk kelompok kaya dan miskin.
Dalam distribusi pendapatan masyarakat yang tidak merata, PDB yang disajikan per kapita tidak mencerminkan keadaan sebenarnya di masyarakat. Jumlahnya cenderung lebih besar karena dipengaruhi oleh harta orang kaya yang perhitungannya menggunakan rata-rata.
Misalnya, ketika 10% anggota kelompok terkaya mengalami peningkatan pendapatan tiga kali lipat, maka PDB akan meningkat. Meski begitu, faktanya, katakanlah 20% dari anggota kelas bawah masih mengalami penurunan.
Tingkat ketimpangan pendapatan akan lebih signifikan jika dilihat menurut wilayah. Meski perekonomian masih terpusat di Pulau Jawa yang menyumbang 56,5% terhadap PDB negara, secara per kapita Pulau Jawa bukanlah yang terbesar. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk di Pulau Jawa lebih banyak dibandingkan daerah lain.
Dilihat secara per kapita, Produk Domestik Bruto (PDRB) per kapita di Kalimantan merupakan yang terbesar, disusul Sumatera. Rata-rata pendapatan per kapita penduduk di pulau Kalimantan akan mencapai Rp 104,57 juta pada tahun 2022. Ini jauh di atas rata-rata PDB per kapita negara.
Sedangkan rata-rata pendapatan per kapita di Pulau Bali dan Nusa Tenggara hanya Rp 34,1 juta. Angka ini jauh di bawah rata-rata pendapatan per kapita negara.
Begitu juga jika melihat data per provinsi, DKI Jakarta memiliki rata-rata PDRB per kapita tertinggi. Pada tahun 2022, rata-rata PDB per kapita di wilayah ini mencapai Rp 298,36 juta. Pasalnya, Jakarta merupakan pusat perekonomian negara dan memiliki PDB sebesar Rp 3.186,5 triliun, terbesar secara nasional. Jumlah penduduknya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk provinsi lain di Pulau Jawa.