Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang keterwakilan perempuan dalam pencalonan legislatif Pemilu 2024 menuai kontroversi. KPU didesak berbagai pihak untuk segera mengkaji ulang aturan tersebut.
Dalam Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 ayat 2 tentang pencalonan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berlaku pembulatan ke bawah. Jika perhitungan keterwakilan perempuan 30% dari jumlah caleg yang dibutuhkan menghasilkan angka desimal kurang dari 50.
Anggota Dewan Pertimbangan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan hal itu bisa menghilangkan ribuan politisi perempuan yang ingin mencalonkan diri.
“Perempuan yang seharusnya bisa berlaga pada 2024 tidak mendapatkan tiket, karena keterwakilan perempuan terdistorsi dan tersingkir oleh ketentuan tersebut,” kata Titi seperti dikutip BBC.
Jika perhitungan simulasi dilakukan, ketentuan ini akan mengurangi keterwakilan perempuan di daerah pemilihan menjadi kurang dari 30%. Di provinsi dengan empat caleg, misalnya, hanya satu caleg perempuan yang harus lolos. Bahkan satu dari empat caleg berarti keterwakilan perempuan hanya 25%.
Persentase keterwakilan caleg perempuan sebenarnya terus meningkat sejak Pemilu 2004. Namun, jumlah caleg perempuan yang berhasil menduduki kursi parlemen tidak pernah mencapai 30%.